Jakarta, PONTAS.ID – Jaksa Agung, ST Burhanuddin melantik 397 Calon Jaksa yang lulus Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ), Gelombang I Tahun 2023. Pelantikan ini digelar di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Selasa (19/9/2023).
“Saya teringat akan adagium romawi Quid Leges Sine Moribus, yang memiliki makna apalah artinya hukum tanpa adanya moralitas,” kata Burhanuddin dalam amanatnya.
Dia mengingatkan, pentingnya seorang Jaksa untuk tetap menjaga nilai moral dikarenakan penegakan hukum tidak selalu berbicara dalam konteks gramatikal semata, “Ada sudut etis yang harus diperhatikan oleh Jaksa,” ujarnya.
Jaksa Agung meyakini dan percaya diantara 397 Calon Jaksa yang lulus dan dilantik itu, mempunyai cita-cita yang sama, cita-cita yang luhur untuk dapat memimpin institusi kejaksaan.
“Saya tegaskan pada titik ini, kalian semua memiliki hak dan peluang yang sama untuk dapat memegang tongkat komando kepemimpinan di Kejaksaan,” tegas Jaksa Agung
Jaksa Agung berpesan agar para Calon Jaksa mempersiapkan diri untuk meraih cita-cita tersebut dengan tidak hanya berpatokan pada penguasaan teknis tugas dan fungsi Jaksa semata, namun juga harus membentuk karakter sebagai seorang Jaksa yang bertanggungjawab.
Tanggungjawab Jaksa
Jaksa Agung menjabarkan tanggung jawab seorang Jaksa sedemikian luasnya, yakni pertanggungjawaban moral (moral responsibility).
Kemudian pertanggungjawaban keilmuan (science responsibility), pertanggungjawaban hukum (law responsibility), dan pertanggungjawaban sosial (social responsibility) dalam setiap tugas dan kewenangan yang dilaksanakan.
Kemudian, Jaksa Agung menyampaikan bahwa menyandang status Jaksa tidak cukup hanya dengan menguasai berbagai elemen-elemen kognitif, “Yang berkaitan dengan kecerdasan dan kemampuan berpikir semata,” katanya.
Jaksa kata Burhanuddin juga harus dapat merefleksikan kemampuan kritis dan mempertajam afektif dalam menimbang baik buruk suatu tindakan, perbuatan dan keputusan yang hendak diambil.
Jaksa Agung mengingatkan bahwa masyarakat tidak mengharapkan penegakan hukum yang hanya benar secara normatif, “Harus dapat menyentuh perasaan mendasar manusia mengenai apa yang adil dan bermanfaat,” tegasnya.
“Itulah pentingnya menyelaraskan antara norma hukum yang begitu kaku dan lugas dengan hati nurani kalian selaku penegak hukum sehingga dapat tercipta suatu penegakan hukum yang humanis,” imbuhnya.
Perkembangan Jaman
Selain itu, seiring dengan berkembangnya zaman yang sangat dinamis, Jaksa Agung mengingatkan bahwa perubahan dalam penegakan hukum tak dapat terhindarkan, termasuk perubahan dalam modus operandi kejahatan dan tantangan penegakan hukum lainnya.
Bukti nyata tantangan atas perkembangan tersebut adalah kita pernah dihadapkan pada berbagai persoalan hukum yang memiliki tingkat kompleksitas tinggi seperti penanganan perkara “Kopi Sianida” Jessica Kumala Wongso, berbagai kasus korupsi ‘Big Fish’ yang berhasil ditangani, dan penyelesaian perkara Yayasan Supersemar senilai Rp4,4 Triliun di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.
“Beberapa contoh penanganan fenomenal sebagaimana yang telah saya sebutkan sebelumnya, menjadi pesan bagi anak-anakku sekalian, bahwa menjadi seorang Jaksa merupakan upaya pembelajaran yang tidak berkesudahan (longlife learning journey),” ujar Jaksa Agung.
Oleh karena itu, Jaksa Agung berpesan agar jangan pernah lelah dan jemu untuk terus mengasah kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan sense of crisis dalam menangani suatu permasalahan.
“Tolong saudara sekalian catat dan buktikan kata-kata saya, apabila saudara sekalian dapat beradaptasi dan dapat memanfaatkan dinamika perkembangan zaman, niscaya akan terbentuk profil seorang Jaksa yang selalu ditunggu, diperlukan, diinginkan, dan diperhitungkan keberadaannya oleh banyak pihak,” ujar Jaksa Agung.
Kesatuan Tata Pikir
Kemudian, Jaksa Agung menyampaikan peran Jaksa sebagai Penuntut Umum tidak terlepas dari suatu pemahaman terhadap prinsip Institusi bahwa Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan (Asas een en ondeelbarheids) yang menjadi landasan dalam melaksanakan tugas dan kewenangan.
“Satu dan tak terpisahkan dimaksudkan untuk memelihara kesatuan kebijakan penuntutan yang mencitrakan adanya kesatuan tata pikir, tata laku, dan tata kerja,” kata Burhanuddin mengingatkan.
“Apabila saudara sekalian mampu menyatupadukan ketiga hal tersebut secara simultan, niscaya akan tercipta keseragaman pola pikir, kapasitas serta kualitas yang baik untuk mewujudkan penegakan hukum yang paripurna.
Dia berharap keseragaman tersebut akan menjadi bukti bahwa een en ondeelbaar bukan hanya menjadi suatu prinsip semu, namun benar-benar diwujudkan oleh PPPJ Angkatan 80 Gelombang I.
Selanjutnya, Jaksa Agung juga mengingatkan akan pentingnya menumbuhkan jiwa korsa di antara para Jaksa. Jiwa Korsa dapat tumbuh seiring dengan terjaganya rasa kebersamaan di antara kita. “Ingat! Jiwa Korsa dapat diibaratkan seperti layar pada sebuah perahu, karena ia digerakkan bersama-sama untuk menentukan dimana kalian akan berlabuh,” imbuh Jaksa Agung.
Sebelumnya, saat mengawali amanatnya, Jaksa Agung mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI beserta segenap jajaran, Widyaiswara.
Kemudian, para Tenaga Pengajar atas upaya dan kerja keras dalam memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, serta pengalamannya kepada para peserta PPPJ, sehingga dapat melahirkan tunas muda adhyaksa yang siap memberikan pengabdiannya kepada institusi, bangsa dan negara.
Penulis: Pahala Simanjuntak
Editor: Rahmat Mauliady