Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Mustafa Kamal menilai sikap Kementerian Dalam Negeri membingungkan soal data 31 juta warga yang tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2019. Dia menyatakan hal itu berpotensi menjadi pelanggaran undang-undang.
Kemendagri memberikan data 31 juta warga kepada KPU, yang berpotensi tidak dapat memilih karena tidak masuk dalam DPT.
“Ini saya sebut sebagai pelanggaran prinsip berpotensi menjadi pelanggaran undang-undang,” ucap Mustafa, Kamis (18/10/2018).
Menurut Mustafa, seharusnya Kemendagri memberikan data tersebut sebelum KPU menetapkan DPT. Dengan demikian, pemutakhiran data dapat dilakukan secara menyeluruh.
Saat ini KPU bersama partai politik tengah menyisir DPT yang telah ditetapkan hingga 15 November mendatang. Hal itu dilakukan agar tidak ada lagi pemilih yang tidak tercantum dalam DPT.
“Tapi kenapa Kemendagri seperti ‘menyelundupkan’ data belakangan. Besarnya 31 juta. Ini berujung kepada ketidakpastian hukum menurut saya,” kata Mustafa.
Komisi Pemilihan Umum menyebut ada 31 juta pemilih yang berpotensi belum masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT). Padahal, mereka sudah melakukan perekaman KTP elektronik.
“Ada potensi 31 juta pemilih sudah melakukan perekaman KTP elektronik, tetapi belum ada di DPT,” kata Komisioner KPU RI Viryan Azis dalam Peresmian Gerakan Melindungi Hak Pilih (GMHP) di Jakarta pada 5 Oktober lalu.
Viryan mengatakan angka tersebut diperoleh berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil. KPU mengimbau masyarakat untuk mengecek keberadaan namanya di daftar pemilih yang telah ditempelkan pada setiap kantor kelurahan. Lalu melapor ke KPU jika namanya belum terdaftar sebagai pemilih.