Jakarta ,PONTAS.ID – Kuasa Hukum PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU), Denny Indrayana, menegaskan kliennya adalah korporasi yang menjunjung tinggi prinsip good corporate governance, antikorupsi dan berkomitmen menolak praktik-praktik korupsi dalam berbisnis. PT MSU merupakan pelaksana proyek Meikarta.
Hal ini disampaikan Denny menanggapi jumpa pers yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Senin (15/10/2018) malam, terkait operasi tangkap tangan (OTT) di Pemkab Bekasi atas dugaan kasus suap izin proyek properti
“Meskipun KPK baru menyatakan dugaan, kami sudah sangat terkejut dan amat menyesalkan kejadian tersebut. Langkah pertama kami adalah, PT MSU langsung melakukan investigasi internal yang independen dan obyektif untuk mengetahui apa sebenarnya fakta yang terjadi,” kata Denny melalui keterangan tertulisnya yang dikonfirmasi PONTAS.id, Selasa (16/10/2018).
Denny menambahkan, jika dari hasil investigasi internal ditemukan penyimpangan atas prinsip antikorupsi yang menjadi kebijakan perusahaan, maka PT MSU tidak akan mentolerir, “Dan kami tidak akan segan-segan untuk memberikan sanksi dan tindakan tegas kepada oknum tersebut, sesuai ketentuan hukum kepegawaian yang berlaku,” tegasnya.
Denny juga menegaskan, pihaknya menghormati dan akan mendukung penuh proses hukum di KPK, serta akan bertindak kooperatif membantu kerja KPK, “Untuk mengungkap tuntas kasus dugaan suap tersebut,” pungkasnya.
Libatkan Bupati Neneng
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta.
Bersama Neneng dan Billy, penyidik juga ikut menetapkan tujuh tersangka lain. Mereka di antaranya, dua konsultan Lippo Group yaitu Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).
Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi Sahat ?MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi Dewi Tisnawati (DT), serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Dalam kasus ini, Neneng Hasanah dan anak buahnya diduga telah menerima hadiah atau janji dari Lippo Group terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Bekasi. Proyek yang akan digarap itu seluas 774 hektare dan dibagi dalam tiga tahap.
Sejauh ini, pemberian yang telah terealisasi untuk Neneng Hasanah dan anak buahnya sebanyak Rp7 miliar. Uang itu diberikan Lippo Group kepada Neneng Hasanah melalui para kepala dinas.
Atas perbuatannya, Billy, Taryadi, Fitra, dan Hendry selaku pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan, Neneng Hasanah, Jamaludin, Sahat, Dewi, dan Neneng Rahmi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf s atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Penulis: Pahala Simanjuntak
Editor: Hendrik JS