Kejar Rp.1,2 Triliun Uang Hutama Karya, Jaksa Geledah Tiga Lokasi

Penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta saat melakukan penggeledahan di salah satu lokasi  terkait dugaan tindak pidana korupsi di Hutama Karya, pada Jumat (6/9/2024) //Foto: Seksi Penkum Kejati DKI

Jakarta, PONTAS.ID – Penyidik bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menggeledah tiga lokasi atas dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp.1,2 Triliun.

Penggeledahan dan penyitaan dilakukan di Gedung Cyber Lt.11, Kuningan Barat Jakarta Selatan, dan salah satu rumah di Perumahan Bukit Cinere Indah  Kota Depok serta rumah tinggal yang berlokasi di Jalan Gebang Sari dalam Kel. Bambu Apus Kec. Cipayung Jakarta Timur, pada Jumat (6/9/2024)

“Penggeledahan terkait penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan pembiayaan proyek pengembangan tanah Technopark oleh PT. Hutama Karya (Persero) Tahun 2018 hingga 2020,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum, Kejati DKI, Syahron Hasibuan, dalam keterangan tertulisnya.

Penggeledahan kata Syahron, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta Nomor PRINT- 3521/M.1/Fd.1/08/2024 Tanggal 28 Agustus 2024.

“Adapun serangkaian tindakan penggeledahan dan  penyitaan oleh Penyidik salah satunya, yaitu melakukan penyitaan beberapa unit Laptop, PC untuk dilakukan analisis forensik,” kata Syahron.

Penyidik kata dia turut menyita beberapa dokumen dan berkas penting lainnya, “Guna membuat terang peristiwa pidana dan penyempurnaan alat bukti dalam perkara a quo,” pungkasnya.

Investasi Bodong
Dari berbagai informasi yang dihimpun PONTAS.id, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan Hutama Karya (HK) tidak cermat dan berhati-hati dalam membuat keputusan investasi terkait dengan akuisisi saham PT Cempaka Surya Kencana (CSK). 

Saat itu, diketahui CSK tengah melakukan pengembangan technopark Gatot Subroto dengan total bangunan sebanyak enam tower. 

Menurut BPK, HK melalui anak usahanya, PT HK Realtindo (HKR), berencana melakukan investasi kepada CSK sebesar Rp.2,2 triliun pada 2019. HK memberikan uang muka investasi sebesar Rp.200 miliar pada Maret 2019 dari rencana total investasi sebesar Rp2,2.

Selang beberapa bulan kemudian, HKR kembali meneken perjanjian pemberian utang jangka pendek sebesar Rp.1 triliun dengan jaminan tanah dari seluas 47.258 meter persegi kepada CSK beserta bunga 10% dan jatuh tempo pada 17 Januari 2021.

BPK melihat rencana itu berisiko bagi HK dan anak usahanya, HKR. Untuk itu pada akhir 2021, HKR menegosiasikan kembali rencana tersebut kepada CSK dengan kesepakatan batal investasi.

Adapun pinjaman Rp.1 triliun, dialihkan kepada PT Azbindo Nusantara dan Azis Mochdar, pemegang saham CSK.

Melalui perjanjian itu, jaminan tanah dari seluas 47.258 meter persegi menyusut menjadi hanya 18.056 meter persegi yang diubah dalam kesepakatan menjadi kepemilikan saham sebesar 55% atas HKR pada CSK.

Menurut BPK, tujuan Investasi HK dan HKR atas akuisisi saham CSK berisiko tidak tercapai dan potensi kerugian perusahaan sebesar Rp.1,2 triliun beserta bunga atas pinjaman.

Namun, dalam laporan keuangan HK, tidak ada pencatatan soal utang yang dialihkan dari CSK kepada Azbindo.

Penulis: Pahala Simanjuntak
Editor: Fajar Virgyawan Cahya

Previous articlePeran Muslimah Strategis Membentuk Generasi Penerus yang Tangguh
Next articleEvaluasi Perencanaan Anggaran Pendidikan harus Segera Dilakukan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here