Cegah Tumpang Tindih Aturan, ATR Terapkan ‘One Spatial Planning Policy’

Jakarta, PONTAS.ID – Dalam aktivitas penertiban tata ruang, tak lepas dari adanya proses penyelesaian sengketa tanah dan ruang. Persoalan sengketa penggunaan tata ruang tidaklah sederhana, tumpang tindih aturan tata ruang tak ayal menjadi salah satu permasalahan sengketa tata ruang yang kerap terjadi.

Adanya integrasi sebagai salah satu pendekatan penyelesaian sengketa dapat menjadi solusi sengketa penggunaan tata ruang. Seperti yang disampaikan oleh Iman Soedradjad selaku Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penataan Ruang dalam rangkaian kegiatan PPTR Expo dengan tema Penertiban Pemanfaatan Ruang, di Lobi Gedung Kementerian ATR/BPN pada Selasa (02/03/2021).

“Dalam penyelesaian sengketa, terdapat dua proses yakni proses litigasi dan non litigasi. Litigasi adalah proses penyelesaian sengketa yang dilaksanakan melalui pengadilan,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima PONTAS.id Rabu (3/3/21).

Sedangkan non litigasi adalah proses penyelesaian sengketa alternatif, atau alternative dispute resolution (ADR) yakni proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak. Macam proses penyelesaian sengketa non litigasi yakni arbitrase, negosiasi, mediasi, konsiliasi, pencarian fakta dan penilaian para ahli.

Kembali pada persoalan sengketa tata ruang. Banyak sekali kasus sengketa tata ruang, seperti yang terjadi pada skala nasional, antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pada Kementerian ATR/BPN, memiliki Undang-Undang Penataan Ruang yang meliputi ruang laut, ruang darat dan ruang udara. Namun pada KKP, juga memiliki Undang-Undang Kelautan.

“Tentunya ada tumpang tindih aturan di sini. Semisal di daerah pesisir pantai, aturan apa yang akan dipakai? Siapa yang akan mengatur?” tutur Iman Soedradjad.

Berdasarkan peristiwa di atas, saat ini tengah dilakukan terobosan berupa integrasi tata ruang mulai dari ruang darat, ruang udara, ruang laut dan ruang dalam bumi dengan program “One Spatial Planning Policy” atau Satu Produk Rencana Tata Ruang. Rencana tata ruang ini mengintegrasikan kebijakan pengaturan ruang yang mencakup ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang dalam bumi, ke dalam satu dokumen penataan ruang, bertujuan agar rencana tata ruang lebih mudah diakses dan dijadikan acuan.

“Ini sesuai dengan penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengintegrasikan ruang darat dan ruang laut, baik di tingkat nasional, provinsi hingga kota/kabupaten,” tambah Iman Soedradjad.

Lebih lanjut, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah juga mengeluarkan tentang pembentukan Forum Tata Ruang. Forum Tata Ruang ini bertujuan untuk mendorong inklusivitas masyarakat dan dapat digunakan sebagai resolusi konflik apabila ada sengketa penataan ruang.

“Forum ini nantinya diisi oleh para ahli, perencana dan tokoh masyarakat, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan dinas terkait untuk berembuk bersama menyelesaikan sengketa tata ruang,” tutup Iman Soedradjad.

Kegiatan PPTR Expo 2021 ini merupakan forum terbuka yang diselenggarakan oleh Kementerian ATR/BPN, melalui Direktorat Jenderal Penertiban dan Pemanfaatan Tanah dan Ruang (PPTR). Forum tersebut, berlangsung secara langsung dan daring via video conference, setiap peserta dapat menyampaikan pertanyaan, saran serta masukan kepada narasumber. Forum ini diikuti oleh perwakilan Kantor Wilayah BPN Provinsi maupun Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota se-Indonesia.

Penulis: Rahmat Mauliady
Editor: Pahala Simanjuntak

Previous articleKKP Amankan Tiga Kapal yang Melanggar di Halmahera Tengah
Next articleLegislator Dorong Optimalisasi Penambangan Nikel untuk Kesejahteraan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here