Masyarakat Bisa Dukung Pelestarian Satwa Liar Secara Perorangan Lewat Penangkaran

Bambang Soesatyo bersama Ketua Umum PKBSI, Rahmat Shah
Bambang Soesatyo bersama Ketua Umum PKBSI, Rahmat Shah

Jakarta, PONTAS.ID – Ketua MPR Bambang Soesatyo bersama Ketua Umum Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI), Rahmat Shah, menegaskan setiap warga bisa terlibat langsung mendukung pelestarian satwa liar melalui pemeliharaan secara perorangan kegiatan penangkaran.

Termasuk menyimpan atau memanfaatkan satwa yang diawetkan atau offset karena mati sakit atau tua dari Kebon Binatang, hasil berburu yang sah di berbagai negara dan lain-lain.

Kuncinya memenuhi berbagai peraturan yang telah disyaratkan. Antara lain Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, yang kemudian diubah dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.69/Menhut-II/2013. Serta Peraturan Pemerintah RI No.08 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

“Melalui peraturan tersebut, negara memberikan kepastian hukum kepada setiap warga, baik perorangan, koperasi, badan hukum, maupun lembaga konservasi untuk terlibat dalam pelestarian satwa melalui penangkaran. Karena melestarikan satwa bukan hanya tugas negara saja, melainkan tugas seluruh anak bangsa yang memiliki kecintaan terhadap satwa,” ujar Bamsoet saat Ngobras sampai Ngompol (Ngobrol Asyik sampai Ngomong Politik) bersama Ketua Umum PKBSI, Rahmat Shah di Studio Podcast Bamsoet Channel, di Jakarta Kamis (14/1/2021).

Manta Ketua DPR ini memaparkan, Pasal 76 ayat 2 Permenhut Nomor: P.69/Menhut-II/2013 telah dengan jelas mengatur permohonan perorangan yang ingin mendapatkan izin penangkaran satwa liar. Antara lain melengkapi sejumlah persyaratan.

Pertama, proposal penangkaran untuk permohonan baru atau rencana kerja lima tahunan untuk permohonan perpanjangan yang masing-masing diketahui oleh Kepala Balai.

Kedua, fotocopy kartu tanda penduduk atau izin tempat tinggal bagi warga negara asing yang masih berlaku.

Ketiga, surat keterangan lokasi/tempat penangkaran dari serendah-rendahnya camat setempat yang menerangkan bahwa kegiatan penangkaran tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.

Keempat, dokumen atau bukti lain yang menerangkan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dalam hal induk sudah ada atau surat keterangan rencana perolehan induk dari Kepala Balai.
Dan Kelima, berita acara persiapan teknis dan rekomendasi dari Kepala Balai.

“Dari pengalaman saya mengajukan perijinan, berbagai persyaratan lainnya juga sangat banyak. Antara lain spesimen hasil penangkaran wajib diberi penandaan untuk membedakan spesimen hasil penangkapan dari habitat alam atau hasil pengembangbiakan generasi pertama (F1) atau hasil pengembangbiakan generasi kedua (F2) dan seterusnya,” papar Bamsoet.

Ketua Umum PKBSI, Rahmat Shah, mengapresiasi langkah Bamsoet sebagai Pelindung PKBSI, yang telah aktif melestarikan berbagai satwa melalui penangkaran. Langkah tersebut justru harus ditiru oleh berbagai kalangan, sehingga satwa-satwa liar yang berada di alam Indonesia maupun dari berbagai belahan dunia lainnya tak punah.

“Satwa liar yang dilahirkan dari hasil penangkaran tidak bisa serta merta dilepaskan ke alam liar. Karena satwa tersebut sudah terbiasa hidup bersama manusia dan ketergantungan pada pakan dan lingkungan yang nyaman. Melepasnya ke alam liar justru malah bisa jadi menyulitkan hidup satwa tersebut terhadap hewan buas dan liar lainnya. Termasuk tidak ada jaminan tak diganggu oleh para pemburu liar. Karenanya pendapat masyarakat yang meminta para pecinta satwa untuk mengembalikan satwa hasil penangkaran ke alam liar, harus dikaji lebih dalam lagi,” pungkas Rahmat Shah.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Stevany

Previous articleKemenperin Optimalkan Industri Daur Ulang
Next articleTarget Lifting Minyak Tahun 2030 Harus Realistis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here