Kasus PT DI Baru Permulaan, KPK Masih Bidik Tersangka Baru

Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) didampingi Deputi Penindakan Karyoto (kedua kiri) dan Juru Bicara Ali Fikri (kedua kanan)

Jakarta, PONTAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pengungkapan perkara korupsi di PT Dirgantara Indonesia (DI) merupakan babak permulaan. Korps antirasuah akan menelusuri semua pihak yang terlibat lewat total rasuah yang diduga mencapai Rp330 miliar.

“Proses penyidikan ini belum selesai hari ini dan akan berkembang,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6/2020) malam.

Menurut dia, proses penyidikan terhadap dua eks pejabat teras PT DI akan dikembangkan karena kemungkinan masih terdapat pihak lain yang turut serta. Perkara yang ditangani lewat case building ini masih permulaan dan akan mengikuti aliran hasil korupsi.

Ia mengatakan jumlah tersangka saat ini dua orang yakni mantan Direktur Utama PT DI Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zailani, dan dapat bertambah.

“Saya tidak ingin berandai-andai apakah nanti ada orang lain jadi tersangka. Itu sangat mungkin, karena proses penyidikannya masih berjalan,” ujarnya.

Ia meyakini kasus ini tidak hanya dilakukan dua orang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka. Sebab praktik rasuah ini telah berlangsung sejak 2011 hingga 2018 dengan jumlah transaksi fiktif mencapai Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta atau total Rp330 miliar.

“Dan kalau terkait tadi apakah ada pihak lain yang menerima itu akan kita lihat dari bagaimana aliran uang dari para pihak melakukan kegiatan yang tadi saya sampaikan Rp300 miliar beredar,” pungkasnya.

Seperti diketahui, KPK telah mengumumkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PT Bandung, Jawa Barat. Duduk perkaranya dari pemasaran dan penjualan fiktif yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta.

Penjualan dan pemasaran fiktif itu diduga untuk menutupi kebutuhan dana PT DI demi mendapatkan pekerjaan di kementerian, termasuk biaya entertainment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.

Kasus tersebut bermula pada awal 2008. Tersangka Budi Santoso dan Irzal Rinaldi menggelar rapat bersama-sama dengan direksi lain PT DI, yakni Direktur Aircraft Integration Budi Wuraskito, Direktur Aerostructure Budiman Saleh, dan Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan Arie Wibowo. Mereka menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT DI. Selanjutnya, Budi Santoso diduga mengarahkan untuk membuat kontrak kerja sama mitra/keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut.

KPK menduga sebelum dibuat kontrak kerja sama, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada Kementerian BUMN selaku pemegang saham. Setelah beberapa kali dilakukan pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung. Dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT DI, pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam ‘sandi-sandi anggaran’ pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Pada 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang dengan PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama itu, seluruh mitra tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban. Pada 2011, PT DI mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

Selama tahun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta atau Rp330 miliar. Setelah keenam perusahaan mitra/agen itu menerima pembayaran dari PT DI, KPK menduga sebagian uang juga masuk ke kantong pribadi direksi.

KPK menyebut terdapat permintaan uang melalui transfer dan tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima Budi Santoso, Irzal Rinaldi, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh. Namun, KPK sementara ini hanya menetapkan dua tersangka. KPK juga telah menyita dan memblokir rekening senilai total Rp18.6 miliar.

“Para pihak terlibat memang menerima uang dan ini yang akan kita kembangkan dan kita sandingkan dengan tindak pidana pencucian uang,” imbuh Firli.

Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penulis: Rahmad

Editor: Idul HM

Previous articleTumpang Sari Untungkan Petani di Tengah Fluktuasi Harga
Next articleGenjot Swasembada Pangan, Mentan Tak Mau Ada Korupsi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here