Terus Garap Pelabuhan Marunda, Widodo: KBN Tak Punya Hak!

Direktur Utama PT KCN, Widodo Setiadi dalam acara Media Gathering di Pelabuhan Marunda, Sabtu (31/8/2019)

Jakarta, PONTAS.IDPT Karya Citra Nusantara (KCN) tidak terpengaruh dengan putusan pengadilan tinggi DKI Jakarta yang memenangkan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) selaku penggugat dalam sengketa konsesi pelabuhan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.

PT KCN merupakan perusahaan patungan antara PT Karya Tehknik Utama (KTU) dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT KBN selaku pemegang saham minoritas sebesar 15 persen.

“Meski sedang menunggu putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA) yang melibatkan PT KBN sebagai pemegang saham minoritas yang menginginkan perubahan komposisi pemegang saham namun kami (KCN), tetap melanjutkan pembangunan seluruh dermaga pelabuhan Marunda,” kata Direktur Utama PT KCN, Widodo Setiadi dalam acara Media Gathering di Pelabuhan Marunda, Sabtu (31/8/2019).

Komitmen KCN, lanjut Widodo, tetap membangun dermaga pier 1, 2 dan pier 3 sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) yang mengatakan pembangunan harus tetap jalan demi kepastian investasi.

Surat rekomendasi tersebut dikirimkan pada 3 November 2017 lalu yang ditujukan kepada Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta sebagal pemegang saham PT KBN.

“Dalam rekomendasi tersebut juga dijelaskan bibir pantai yang direvitalisasi untuk membangun pier 1 hingga pier 3, adalah asset KCN dalam bentuk saham PT KBN kepada PT KCN, sehingga tidak ada lagi hak PT KBN,” terang dia.

Proyek Strategis
Rekomendasi yang sama juga diberikan oleh Satgas Percepatan Efektifitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi dalam Pokja IV, yang menyatakan pembangunan yang sedang dilakukan KCN adalah proyek strategis nasional (PSN), sehingga kasus KBN tidak boleh menghambat proyek strategis nasional.

“Pembangunan seluruh pier tetap akan kami laksanakan hingga selesai, meski saat ini dengan kasus hukum yang masih bergulir, tenant besar yang biasa menggunakan pelabuhan Marunda untuk bongkar-muat barang mulai khawatir bila sewaktu-waktu pelabuhan ini ditutup,” ujar Widodo.

Widodo menjelaskan, kasus yang tak kunjung selesai ini telah menyebabkan aktivitas bongkar muat barang berkurang sekitar 60 persen.

“Beberapa tenant besar yang menggunakan pelabuhan Marunda di antaranya PT Indocement, grup Sinar Mas, Siam Cement hingga Wljaya Karya. Berkurangnya proses bongkar muat tentunya mempengaruhi omzet dan fee konsesi yang dibayarkan kepada negara,” papar pria yang akrab disapa pak Wid ini.

Aktivitas di Pelabuhan KCN Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Sabtu (31/8/2019)

Terbesar Kedua
Pembayaran kepada negara, kata Widodo, sesuai dengan peraturan, bahwa KCN wajib membayar fee konsesi sebesar 5 persen dari pendapatan bruto perusahaan, atau secara nominal sekitar Rp.5 miliar setiap tahunnya.

Fee yang dibayarkan KCN adalah fee terbesar kedua dari total 19 pelabuhan yang menjalankan skema konsesi yang rata-rata fee yang dibayarkan sekitar 2,5 persen dari pendapatan bruto.

“Skema konsesi harus dilaksanakan karena kami tunduk kepada perundang-undangan di bidang kepelabuhanan yang berada dibawah wewenang kementerian perhubungan. Lahan yang kami konsesikan adalah pier 1, 2 dan pier 3 merupakan daerah perairan. Jadi sama sekali kami tidak merampas daerah KBN,” papar Widodo.

Rujukannya kata Widodo, Undang-undang (UU) Nomor: 17/2008, tentang Pelayaran, sebagai persyaratan untuk sebuah Badan Usaha Pelabuhan (BUP) agar dapat terus melakukan kegiatan jasa kepelabuhanan.

Upaya KBN yang menempuh jalur hukum untuk mendapatkan porsi kepemilikan saham yang lebih besar di KCN, juga telah melanggar peraturan BUMN.

“KBN sebagai BUMN wajib mematuhi peraturan menteri BUMN yang mengatur bahwa BUMN yang berusaha di sektor usaha tertentu tidak boleh bertentangan dengan peraturan dan ketentuan dalam sektor usaha tertentu tersebut,” pungkasnya.

Gagal Setor Modal
Sebelumnya, PT KCN melakukan perlawanan atas putusan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang mengabulkan gugatan PT KBN.

Perlawanan dilakukan karena KCN menilai telah menaati semua prosedur dan aturan yang berlaku, namun putusannya malah memberatkan. Tak hanya konsesinya dibatalkan, KCN bersama-sama dengan Kementerian Perhubungan juga harus membayar ganti rugi sebesar Rp.773 miliar secara tanggung renteng kepada pihak KBN.

Polemik ini bermula saat KTU memenangkan tender pengembangan kawasan Marunda yang digelar KBN pada 2004. Setahun kemudian, KTU dan KBN bersepakat membentuk usaha patungan dengan restu Kementerian BUMN dan Gubernur DKI Jakarta dengan komposisi saham KBN 15 persen dan KTU 85 perseb

Masalah muncul setelah pergantian direksi pada November 2012 saat posisi Direktur Utama dari Rahardjo beralih ke Sattar Taba, KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50.

Namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemda DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN.

Namun, KBN tetap menganggap memiliki saham 50 persen di KCN yang berujung permintaan penghentian pembangunan pelabuhan Marunda kepada KCN dan akhirnya bergulir di meja hijau.

Penulis: Edi Prayitno/Suwarto
Editor: Pahala Simanjuntak

Previous articlePlt. Bupati Buka Rapat KONI Asahan di Parapat
Next articleAktivis Desak Anies Setop Proyek Kantor Kecamatan Priok

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here