Parpol Pendukung Nilai Tak Relevan Jokowi Ikuti Ajaran Soeharto

Presiden Jokowi resmikan Jalan Tol Gempol-Pasuruan Seksi II (Rembang-Pasuruan), Jumat (22/6/2018)

Jakarta, PONTAS.ID – Parpol pendukung Jokowi angkat bicara soal saran dari Partai Berkarya mengusulkan Presiden Jokowi menjalankan ajaran Presiden ke-2 RI Soeharto mengenai pertumbuhan ekonomi, menjaga stabilitas, dan trilogi pembangunan.

Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP Eva Kusuma Sundari memandang saran dari Partai Berkarya yang meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjalankan ajaran Presiden Soeharto itu tidak relevan.

PDIP, sambung Eva, justru menyindir balik Partai Berkarya agar belajar ke Jokowi tentang pembangunan ekonomi tanpa pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

I think Pak Jokowi have done battle, must advance (Jokowi sudah berjuang dan lebih maju) dari pada Pak Harto, justru teman-teman Partai Berkarya ini harusnya belajar dari Pak Jokowi bagaimana memajukan ekonomi tanpa melanggar HAM, tanpa meninggalkan yang miskin,” ujar Eva, Senin (16/7/2018).

Eva menilai Jokowi telah sukses membangun ekonomi yang berkedaulatan. Saran dari Berkarya untuk Jokowi belajar ke Soeharto dinilai Eva tidak relevan.

“Tidak seperti Pak Harto yang menyerahkan Freeport kepada asing dan merugikan kita sangat. Jadi menurutku sarannya bagus tapi tidak relevan, jadi menurutku Pak Mas Budi, teman lama itu, Mas Budi harus paham tentang yang ada di pasal 33 di mana keadilan sosial seperti amanat Pancasila, itu yang menjadi orientasi pembangunan, dan itu yang dilakukan Pak Jokowi,” katanya.

Kepemimpinan Jokowi hari ini dikatakan Eva, juga harus melakukan beberapa pembenahan dari apa yang ditinggalkan di masa Soeharto. Eva meminta Berkarya tidak perlu meminta Jokowi belajar ke Soeharto, tapi bersama-sama mendukung Jokowi melakukan pembangunan.

“Partai Berkarya belajar lah dari Pak Jokowi yang menginginkan negara kita menjadi negara berkedaulatan. Ada bagusnya di Pak Harto kemarin, tapi juga banyak catatan panjang bahwa pembangunan itu tidak harus dengan kekerasan, dan pembangunan harus dilakukan dengan membuat rakyat miskin happy lah,” ucapnya.

Eva kemudian menyinggung pembagian sertifikat tanah secara gratis yang menjadi bagian dari program Jokowi mengentaskan kemiskinan. Eva pun menilai Soeharto tidak begitu sukses melakukan pengentasan kemiskinan secara berkedaulatan.

“Jadi urusannya jangan ala Soeharto, mari ikuti Pancasila. Jadi bukan orang, tapi gagasan, gagasan yang itu ada pasal 33 dan Pancasila, keadilan sosial yang berkemanusiaan,” imbuhnya.

Beda Masa

Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai Jokowi) tidak perlu mengikuti saran dari Partai Berkarya. Pasalnya, Ace mengatakan masa kepemimpinan Soeharto dengan Jokowi sudah jauh berbeda.

“Setiap orang ada masanya, bahwa Pak Harto itu mungkin relevan pada masanya tapi kan belum tentu relevan sampai saat ini, kenapa? Karena pertama, program pembangunan infrastruktur itu memang kan sudah dilakukan secara serius oleh Pak Jokowi,” ujar Ace.

Ace mengungkapkan, dalam waktu 3 tahun Jokowi sudah mampu membangun infrastruktur jalan tol di pulau Jawa dan Sumatera. Jokowi juga dikatakan Ace sudah melakukan pemerataan pembangunan terutama dari kawasan Indonesia Timur. Demikian halnya dengan pemerataan pembangunan di pedesaan melalui program dana desa.

“Cuma yang membedakan saat ini, ini kan demokrasi, itu yang tidak didapatkan pada era Pak Harto. Di era Pak Harto kita tahu semua bahwa stabilitas politik itu dibangun oleh negara secara hegemoni, sementara kalau sekarang kalau kita mau menciptakan stabilitas politik dengan cara hegemoni model Pak Harto ya apa jadinya bangsa ini,” kata Ace.

Perbedaan mencolok masa Jokowi dengan masa Soeharto disebut Ace ada di stabilitas politiknya. Era demokrasi saat ini sangat jauh berbeda dengan masa Orde Baru.

“Zaman Orde Baru orang bersuara kritis langsung bisa disingkirkan secara politik. Kalau sekarang orang berteriak apapun terhadap pemerintah ya itu dibiarkan, itu bagian dari demokrasi,” tuturnya.

“Selain itu sekarang ada pembatasan kekuasan 5 tahun, kalau dulu zaman Pak Harto tidak ada pembatasan kekuasaan, jadi beda, jangan menyamakan. Ini zamannya bukan orde baru, ini zaman demokrasi, tentu berbeda dengan orde baru,” imbuhnya.

Meski pembangunan ekonomi disebut Ace dapat mengacu ke Soeharto, namun menurutnya suasana politik di masa Soeharto telah jauh berbeda dengan masa Jokowi saat ini. Yang mahal saat ini adalah proses demokrasi yang tengah berjalan.

“Ya Pak Jokowi sangat menghormati semua presiden yang telah pada masa lalu, hanya saja harus dibedakan bahwa setiap kepemimpinan itu ada masanya dan ada caranya di dalam proses pembangunan. Tidak bisa cara politik orde baru itu disamakan dengan era sekarang, kalau nggak kita ya negara otoriter, orang yang berbeda secara politik ya bisa diberangus, bisa dibungkam,” tuturnya.

Sebelumnya, Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso mengusulkan Presiden Jokowi menjalankan ajaran Presiden ke-2 RI Soeharto. Priyo menyatakan, ajaran Soeharto adalah solusi dari masalah di Indonesia saat ini. Ajaran tersebut mengenai pertumbuhan ekonomi, menjaga stabilitas, dan trilogi pembangunan.

“Jika pemerintah kita mau sedikit saja mengikuti ajaran kebaikan pada zaman Soeharto, saya kira itu menjadi solusi,” kata Priyo di Kantor DPP Berkarya, Jl Pangeran Antasari, Cipete Utara, Jakarta Selatan, Minggu (15/7/2018).

Previous articleKemenperin Usulkan Pemberian Insentif Bagi Industri Pengolahan Susu Nasional
Next articleKPK Panggil Dua Anggota DPRD Sumut Untuk Diperiksa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here