Tiga Nama Politikus PDIP Hilang, Konsistensi KPK Dipertanyakan

Gedung KPK

Jakarta, PONTAS.ID – Dekan Fakultas Hukum Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Syukur Mandan mempertanyakan konsistensi serta kredibilitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap sudah melakukan akrobat politik dengan menghilangnya tiga nama politikus PDIP sebelumnya pernah disebut di fakta persidangan korupsi e-KTP dengan tiga terdakwa.

Sebelumnya, pengacara mantan Ketua DPR Setya Novanto, Maqdir Ismail mempertanyakan hilangnya tiga nama politikus PDI Perjuangan termasuk Yasonna, dalam dakwaan kliennya.

Syukur berpendapat, kasus korupsi e-KTP bukanlah sebuah kasus tunggal dengan hanya melibatkan satu pelaku saja. Kasus ini bermula dari pendalaman serta penyidikan dari beberapa tersangka yang terlebih dahulu dan sudah diadili.

Lalu kemudian muncul sederet nama yang pernah berkantor di Senayan dan saat ini ada yang sudah menjabat sebagai kepala daerah termasuk nama Setya Novanto menjadi Ketua DPR.

“Mestinya status penyelidikan atas nama orang-orang yang diduga terlibat itu, ketika ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan harus diikutsertakan orang-orang diduga terlibat itu. Sehingg disitu kita bisa katakan ada asas persamaan hukum (equality before law),” kata Syukur saat dihubungi, Rabu (20/12/2017).

Syukur pun kembali mempertanyakan kinerja KPK yang tidak secara fair (adil) membuat pernyataan mengenai hilangnya nama-nama tersebut. Terlebih nama itu sudah pernah masuk baik saat masih penyelidikan hingga penyidikan bahkan sampai fakta dipersidangan.

“Kalau prosesnya tidak mampu memenuhi unsur maka, KPK harus menerangkan bahwa berdasarkan alat-alat bukti yang ada nama tersebut dinyatakan tidak ada. Tapi ini kan prosesnya berkembang?,” tanya Syukur heran.

Apalagi, sambung kata dia, menjadi publik curiga adalah proses BAP Setya Novanto yang sudah masuk tahap penyidikan serta pendalaman tiba-tiba nama tersebut hilang?

“Kenapa hanya Novanto yang disikat? disitu kan ada nama Olly Dondokambe sekarang Gubernur Sulut, adalagi Ganjar Pranowo Gubernur Jateng, Arif Wibowo dan Yasona Laoly adalah semua anggota komisi II. Lalu kenapa yang nama-nama itu tidak disikat sekalian? Ini yang kita pertanyakan integritas KPK dimana. Karena orang yang jelas-jelas disebutkan menerima uang,” terang Syukur.

Harus Ada Pertanggungjawaban

Hal senada juga dikatakan Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Suparji Achmad mempertanyakan konsistensi KPK tiba-tiba tidak lagi memproses tiga nama politikus PDIP pernah masuk dalam dakwaan sebelumnya.

“Misalnya tiga nama itu hilang kenapa tidak masuk dalam dakwaan (Novanto)?. Padahal dalam dakwaan Irman, Sugiharto itu masuk. Dan kalau harus ada pertanggungjawaban secara hukum mengapa itu terjadi,” kata Suparji saat dihubungi, Rabu (20/12/2017).

Suparji menilai, dalam kasus korupsi e-KTP disini terlihat KPK sangat tidak menerapkan prinsip ketidakhati-hatian, sehingga publik menjadi bertanya-tanya dengan cara apa tiga nama itu bisa hilang pada dakwaan (Setya Novanto).

“Pastinya publik yang sedari awal mengikuti kasus ini akan bertanya-tanya kenapa nama-nama itu tidak ada?. Dan KPK saya lihat tidak menerapkan prinsip itu. Dan hasilnya pasti akan menjadi pertanyaaan besar,” tegas Suparji.

Serahkan Proses Hukum

Terpisah mengomentari namanya pernah disebut bahkan hilang dari fakta persidangan. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengaku menyerahkan kepada proses hukum

“Pokoknya kita serahkan ke profesional,” kata Yasonna.

Maqdir Islam pengacara terdakwa Setya Novanto sebelumnya menyatakan tiga nama yang hilang dalam dakwaan kliennya adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey.

Yasonna dan Ganjar saat proyek e-KTP berjalan duduk di Komisi II DPR, sedangkan Olly merupakan pimpinan Badan Anggaran DPR.

“Kenapa kok tiba-tiba di perkara ini namanya hilang, namanya Ganjar yang menerima uang hilang. Bukan hanya Pak Ganjar, Yasonna Laoly hilang, Olly Dondokambey hilang. Apa yang terjadi, negosiasi apa yang dilakukan oleh KPK,” kata Maqdir usai sidang pembacaan dakwaan Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (13/12/2017) malam.

Maqdir mengatakan, ketiga nama tersebut sebelumnya ada pada surat dakwaan tiga terdakwa sebelumnya, yakni dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Ketiganya didakwa menerima suap dari proyek e-KTP saat masih menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014. Ganjar disebut menerima suap sebesar 520.000 dollar AS, Yasonna 84.000 dollar AS, dan Olly 1,2 juta dollar AS.

“Saya tidak melihat partai, tetapi saya lihat personal orang, yang di dakwaan lain menerima uang, tiba-tiba di sini (dakwaan Novanto) raib, ada apa itu,” kata dia.

Previous articleAmankan Natal dan Tahun Baru, Polri Siapkan Sniper
Next articlePalestina Minta China dan Rusia Dorong Proses Perdamaian

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here