Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Ketua DPD Sultan B Najamudin merespon munculnya petisi penolakan pemindahan ibukota negara (IKN) yang sudah ditanda tangani oleh Puluhan ribu masyarakat yang diinisiasi oleh beberapa tokoh nasional sebagai bukti bahwa lembaga legislatif sudah tidak bisa diandalkan sebagai medium penampung aspirasi yang konstitusional.
“Demokrasi memberikan kesempatan yang luas bagi pihak yang tidak setuju dengan sebuah kebijakan strategis negara untuk dikoreksi, dan pemerintah pun berhak untuk mempertahankan argumentasi kebijakannya. Jadi, saya kira sangat adil bagi pemerintah dan DPR untuk merespon petisi tersebut dengan membuka ruang klarifikasi dan penjelasan kepada inisiator Petisi yang notabene para cendikiawan dengan argumentasi yang bisa diterima, sebelum UU IKN diberikan nomor dan kemudian diberlakukan”, ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Kamis (10/2/2022).
Menurutnya, petisi penolakan IKN tidak hanya berusaha menggalang dukungan dan simpati publik, namun juga berperan dalam mempengaruhi dan mengedukasi nalar publik. Itu merupakan pesan cinta kaum intelektual yang penting bagi pemimpin negara bangsa ini.
“Artinya masih ada perhatian sekaligus keprihatinan cendikiawan dan civil society terhadap kebijakan strategis pemerintah, meski terdapat sumbatan aspirasi politik masyarakat dalam proses pembentukan kebijakan yang diakibatkan oleh kelalaian lembaga legislatif dalam melibatkan masyarakat khususnya cendikiawan pada setiap proses pembentukan produk UU,” kritiknya.
Harus kita akui, katanya, bahwa ada kecenderungan proses legislasi nasional semakin tidak melibatkan publik dan dibahas secara tidak tuntas, oleh DPR dan DPD. Publik tidak lagi disuguhi dengan narasi perdebatan dan argumentasi rasional yang memuaskan di ruangan parlemen kita hari ini.
Sehingga kebijakan yang dihasilkan selalu menimbulkan celah atau kecacatan formil dan bahkan materil yang rentan digugat dan kemudian menuai penolakan publik.
“Ini tentu menjadi auto kritik bagi DPD RI sebagai bagian dari lembaga legislatif, bahwa Demokrasi harus diidentikan dengan kualitas, bukan perbandingan kuantitas. Mari kita buka ruang perdebatan yang intelektual pada setiap rumusan kebijakan, sebelum ditetapkan menjadi produk hukum”, tutupnya.
Sebagai informasi, petisi menolak pembangunan IKN diunggah di laman change.org dengan tajuk, ‘Pak Presiden, 2022-2024 bukan waktunya memindahkan ibu kota Negara’. Adapun petisi tersebut diprakarsai oleh Narasi Institute dan diteken antara lain mantan Ketua KPK Busyro Muqodas, Sri Edi Swasono, Azyumardi Azra, Din Syamsuddin, Muhamad Said Didu, Faisal Basri, Ahmad Yani, dan sejumlah tokoh nasional lainnya.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Pahala Simanjuntak