Jakarta, PONTAS.ID – Ketua MPR Bambang Soesatyo meresmikan Sekolah Hak Asasi Manusia (HAM Majelis Ulama Indonesia (HAM).
Mengingat banyak nilai-nilai dalam Islam sesungguhnya kompatibel dengan nilai-nilai HAM secara umum. Sebagai agama kemanusiaan yang universal, Islam menempatkan martabat kemanusiaan dalam kemuliaan, dan menjunjung tinggi prinsip keadilan tanpa pandang bulu, yang merupakan nilai esensial dalam penegakan HAM.
Bahkan catatan sejarah membuktikan, jauh sebelum masyarakat modern mengenal Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights), yang diadopsi dan disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948, umat Islam telah lebih dulu mengenal Piagam Madinah, yang lahir pada tahun 622 Masehi, dan dikenal sebagai deklarasi HAM paling awal.
“Piagam Madinah telah mereformasi sistem kesukuan (ke-kabilahan), mengenalkan konsep egaliter yang tidak membedakan manusia berdasarkan suku, ras, agama, mengedepankan konsep kebebasan termasuk dalam menjalankan peribadatan masing-masing agama serta menjunjung tinggi prinsip keadilan tanpa membedakan latar belakang agama,” ujar Bamsoet saat meresmikan Sekolah HAM MUI dalam Webinar Internasional, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, di Jakarta, Rabu (15/12/2021).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, dalam konteks penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM), MPR melalui Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, tidak hanya mengamanatkan adanya penghormatan dan penegakkan HAM, melainkan juga penyebarluasan pemahaman mengenai HAM kepada seluruh lapisan masyarakat. Amanat Ketetapan MPR tersebut telah membidani lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan selanjutnya rumusan mengenai HAM dirumuskan dalam Bab tersendiri dalam Konstitusi (Bab X A), melalui Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Penekanan mengenai tanggung jawab negara, khususnya pemerintah, tentunya tidak meniadakan kewajiban setiap individu untuk memperjuangkan tegaknya HAM dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konsepsi ini juga dilandasi pemikiran, bahwa selain hak asasi, pada setiap individu juga melekat kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain, dan terhadap masyarakat secara keseluruhan,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menyadari konsepsi mengenai HAM mempunyai dimensi pemaknaan yang luas. Beragam sudut pandang dan pendekatan yang dikemukakan untuk membedah dan menganalisa perspektif HAM, tentunya tidak dimaksudkan untuk mempertentangkan dan menegaskan satu sama lain, tetapi justru mencari titik temu dan keseimbangan.
“HAM adalah penghormatan terhadap kemanusiaan yang tidak terbatas pada orang tertentu, atau pengecualian tertentu, dan tanpa diskriminasi berdasarkan apapun, dan untuk alasan apapun, termasuk alasan kekuasaan sekalipun. Oleh karena itu, hak-hak ini harus dihormati dan dilindungi, serta tidak dapat diingkari, karena pengingkaran terhadap hak tersebut pada hakikatnya adalah pengingkaran terhadap martabat kemanusiaan,” pungkas Bamsoet.
Turut hadir antara lain, Menteri Agama Republik Indonesia Yaqut Cholil Qoumas, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H. Miftachul Akhyar, Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI Deding Ishak, serta Ketua Bidang Organisasi Prof KH Noor Achmad.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Pahala Simanjuntak