Jakarta,PONTAS.ID –Â Staf Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Setiawan Muhdianto dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan serta KKP.
“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AMG (Direktur Utama PT Daya Radar Utama, Amir Gunawan),” kata juru bicara KPK Febri Diansyah, Jakarta, Kamis, (11/7/2019).
Penyidik juga memanggil staf Pemantauan dan Operasional Armada (POA) KKP, Rifki Rezfani. Keterangan kedua anak buah Menteri Susi Pudjiastuti dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka.
KPK menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai serta KKP. Para tersangka ialah Amir Gunawan; pejabat pembuat komitmen (PPK) Bea dan Cukai, Istadi Prahastanto; Ketua Panitia Lelang, Heru Sumarwanto; dan Aris Rustandi selaku PPK KKP.
Istadi, Amir, dan Heru diduga melakukan sejumlah perbuatan melawan hukum (PMH) dalam proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan pengadaan 16 kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat/FCB) di Ditjen Bea dan Cukai. Salah satunya mengarahkan panitia lelang agar memilih PT Daya Radar Utama (DRU) untuk menggarap proyek tahun jamak 2013-2015 senilai Rp1,12 triliun tersebut.
Setelah uji coba, kecepatan dan sertifikasi dual-class 16 kapal patroli itu tidak sesuai yang dipersyaratkan di kontrak. Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti pembayaran.
Selama proses pengadaan, Istadi dan kawan-kawan menerima EUR7.000 (Rp111 juta) sebagai sole agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat tersebut. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp117,7 miliar.
Pada perkara berikutnya, Amir dan Aris diduga melakukan cawe-cawe dalam penandatangan kontrak kerja pengadaan 4 unit kapal 60 meter untuk sistem kapal inspeksi perikanan (SKIPI) pada Ditjen PSDKP KKP. Nilai kontrak proyek ini USD58.307.789 (Rp819,9 miliar).
Aris diketahui membayar seluruh termin pembayaran proyek pengadaan empat kapal SKIPI kepada PT DRU senilai USD58.307.788. Padahal, biaya pembangunan empat kapal itu hanya Rp446 miliar.
Tak hanya itu, KPK mensinyalir terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain dalam proses pengadaan. Hal itu di antaranya belum adanya engineering estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya.
Empat kapal SKIPI itu juga diduga tidak sesuai spesifikasi yang diisyaratkan dan dibutuhkan, misalnya kecepatan tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm, markup volume pelat baja dan aluminium serta kekurangan perlengkapan kapal lain. Kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp61,5 miliar.
Pada perkara korupsi kapal Ditjen Bea dan Cukai, Amir, Istadi dan Heru melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Pada perkara korupsi kapal di KKP, Amir dan Aris disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Penulis: Risman
Editor: Idul HM