Soal Usulan Tarif Cukai Plastik, DPR: Perlu Pengelolaan Efektif

Misbahkun

Jakarta, PONTAS.ID – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengusulkan pengenaan tarif cukai terhadap kantong plastik sebesar Rp 30.000 per kilogram.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun menyambut baik rencana pemerintah untuk menerapkan tarif cukai terhadap kantong plastik. Hanya saja, dibutuhkan skema penarikan dan pengelolaan yang tepat sasaran agar hasilnya terhadap penerimaan negara lebih efektif.

Misbakhun mengatakan, Indonesia membutuhkan penambahan objek cukai baru yang selama ini hanya bertumpu pada dua tempat, yakni produk alkohol dan hasil tembakau. Terlebih, sudah seharusnya Indonesia dengan pertumbuhan konsumsi tinggi, memperbanyak objek atau barang kena cukai.

“Apalagi, pertumbuhan ekonominya didorong konsumsi,” kata Misbahkun di Jakarta, Rabu (3/7/2019).

Terkait cukai kantong plastik, Misbakhun menjelaskan, mungkin dapat menjadi awalan untuk penambahan barang kena cukai berikutnya. Khususnya terhadap produk dengan dampak negatif terhadap kesehatan, lingkungan dan sebagainya yang dampaknya harus ditanggung oleh pemerintah.

Ke depannya, Misbakhun berharap, penerapan cukai kantong plastik tidak hanya diterapkan pada perusahaan ritel dan toko modern, juga ke pasar tradisional.

Bahkan, aplikasinya bisa dilakukan ke produk plastik secara umum. “Kalau hanya berharap ke kantong kresek, tidak luas, tidak banyak yang diharapkan,” tutur politisi Golkar ini.

Harus Ada Regulasi

Dari pihak pemerintah, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, untuk menerapkannya harus ada regulasi yang mengatur. Ia berharap tahun ini regulasi sudah terbentuk dan bisa segera diterapkan.

“Insya Allah tahun ini, kita optimistis,” ujar Sri Mulyani di Jakarta.

Sri Mulyani mengatakan, nantinya regulasi yang dibuat berbentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Disisi lain, Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan, pihaknya sudah memiliki kajian lengkap mengenai calon barang kena cukai. Ia akan melakukan follow up dan konsultasi kepada DPR apabila sudah melakukan pendalaman lebih lanjut.

Lebih lanjut, Heru memastikan, usulan cukai kantong plastik sudah melalui kajian panjang. Termasuk mencari referensi negara lain yang sudah terlebih dahulu menerapkan konsep serupa. “Sudah ada beberapa benchmark,” ujarnya.

Di antaranya Vietnam yang menetapkan tarif sejak 2012, yakni VND 40 ribu per kilogram atau sekitar Rp 24.793 per kilogram. Kamboja juga telah mengaplikasikannya sejak tiga tahun silam dengan tarif KHR 400 per lembar atau Rp 127.173 per kilogram.

Kemenkeu sendiri mengusulkan tarif cukai terhadap kantong plastik Rp 30 ribu per kilogram dengan hitungan 150 lembar plastik per kilogram. Artinya, tarif cukai per lembarnya adalah Rp 200.

Dalam usulan tersebut, cukai akan dikenakan terhadap kantong plastik dengan jenis petroleum base atau plastik dengan bahan dasar petroleum. Ditambah dengan pungutan sebelumnya, harga kantong plastik setelah cukai adalah Rp 450 hingga Rp 500 per lembar.

Heru menuturkan, Rp 30.000 per kilogram merupakan nominal yang dapat mengharmonisasikan kebutuhan dari berbagai sisi. Dalam hal ini adalah kualitas lingkungan dan kebutuhan industri. “Kalkulasi yang kami ajukan ini sudah dinilai dapat menyeimbangkan keduanya,” ucapnya.

Heru memproyeksikan, penerapan cukai kantong plastik tersebut dapat menyumbangkan ke pendapatan negara hingga Rp 500 miliar. Tapi, ia menegaskan, esensi dari penerapan kebijakan ini bukan semata berbicara menambah pendapatan, melainkan mengatasi dampak negatif terhadap lingkungan.

Setelah mengajukan usulan cukai kantong plastik Kemenkeu yang diwakili Ditjen Bea Cukai akan melakukan konsultasi lanjutan dengan Komisi XI DPR. Tujuannya, menggali potensi barang kena cukai lain, termasuk produk plastik secara keseluruhan. “Semoga dalam waktu dekat,” kata Heru.

Cabut Perda Plastik

Sebelumnya, Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) meminta pemerintah pusat bisa mendorong pencabutan peraturan daerah (perda) yang melarang penggunaan kantong plastik.

Usulan ini diberikan lantaran pemerintah akan mengenakan tarif cukai sebesar Rp200 per lembar kantong plastik.

Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiono mengatakan pemerintah pusat perlu mendorong pencabutan perda agar peraturan soal plastik cukup ‘satu pintu’, yaitu dari pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan. Rencananya, plastik akan dikenakan cukai sehingga ia menilai hal itu sudah cukup mengompensasi penggunaan plastik di masyarakat.

“Kalau bisa perda-perda yang ada segera dicabut, jadi ada sinkronisasi aturan dari pusat dan daerah. Biar jadi satu saja,” ucap Fajar.

Saat ini memang ada beberapa daerah yang memiliki perda yang mengatur soal penggunaan kantong plastik. Salah satu yang teranyar, yaitu perda dari Gubernur Bali I Wayan Koster.

Ia menerbitkan aturan terkait larangan penggunaan kantong plastik, styrofoam, dan sedotan plastik pada Desember 2018 lalu. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.

Menurut Fajar, aturan itu bahkan sudah membuat pengiriman produk plastik ke Bali turun 30 persen hingga 40 persen sejak Januari sampai awal Juni 2019. Hal ini memberikan kerugian kepada industri plastik, meski belum terhitung pasti nilainya.

“Beberapa daerah lain juga ada (perda), seperti Bogor dan Banjarmasin. Kalau nanti sudah ada cukai, seharusnya bisa satu saja (aturannya),” katanya.

Di sisi lain, Fajar mengungkapkan rencana pemerintah memungut cukai plastik sejatinya sah-sah saja dan bisa diterima asosiasi industri plastik. Sebab, komunikasi panjang memang sudah dilakukan selama ini.

“Jadi kami bukan setuju atau tidak setuju, tapi kami minta ini benar-benar ditujukan untuk mengatasi miss match manajemen sampah plastik,” ungkapnya.

Ia memberi catatan kepada pemerintah bila sudah resmi memungut cukai plastik pada tahun depan nanti. Pertama, melakukan pengawasan dan evaluasi pada penggunaan plastik.

Kedua, sebisa mungkin pungutan cukai bisa dialokasikan untuk investasi industri pengolah sampah. Tujuannya, agar bisa menambah daya gedor manajemen sampah tersebut.

Ketiga, jangan ‘tebang pilih’ kepada industri. “Jangan sampai jenis (plastik) ini dikenakan cukai, yang itu tidak, sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat,” terangnya.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Risman Septian

Previous articleLahirkan Bibit Berbakat, Kajari Gelar Turnamen Futsal se-Asahan
Next articleTurunkan Harga Tiket Pesawat, YLKI: Ini Hanya Gimmick Marketing

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here