Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah memberi masukan kepada Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin bagaimana cara memenangkan petahana di Pilpres 2019 nanti.
Kata Fahri, kalau pasangan capres nomor urut 01 mau memang, sebenarnya cukup menegakan hukum dan menciptakan rasa keadilan di masyarakat.
“Saya bantu tim petahana memahami bagaimana orang melihat Jokowi sebab masih salah persepsi sampai mendorong pertandingan baca Quran dan lain-lain,” kata Fahri saat dihubungi, Rabu (2/1/2019).
Fahri menyatakan hal tersebut karena selama semua salah membaca apa yang diinginkan rakyat sesungguhnya. Orang tidak mempersilahkan pribadi Jokowi pada awalnya, tetapi orang menggeliat karena kebijakannya.
“Maka, kalau mau tau apa yang dari awal dipersoalkan orang untuk memperbaiki citra presiden, harusnya tim melakukan pelacakan ke belakang, kapan ini muncul dan kenapa ini muncul dan menggumpal menjadi radikal. Lalu diurai,” saran politisi PKS itu.
Diakui Fahri kalau di masyarakat memang ada orang yang gemar menilai pribadi orang, utamanya pribadi pemimpin. Tapi lebih banyak yang melihat keputusan dan kebijakannya.
“Harusnya soal pribadi pak Jokowi sudah ditutup lama. Sekarang lacak kebijakannya. Saya akan sebut satu saja. Mermqang ini sulit dimengerti bahwa ternyata yang dipersoalkan orang utama sekali kepada pak Jokowi adalah kemampuannya menjaga keadilan dan hukum. Ini akar yang sampai sekarang Tim sukses gak mau jawab. Malah dijawab pakai lomba baca Quran dan atraksi kesalehan fisik yang dangkal,” sindirnya.
Bahkan, sebut Fahri, para buzzer dan tim akhirnya mengatur pertarungan seolah Jokowi lebih Islami dari rivalnya Prabowo Subianto dengan ongkos membuat pemilih bingung. Sampai-sampai, Jokowi di-branding santri, wakilnya ulama lah, dan lain sebagainya.
“Ini, rahasia yang saya buka untuk bantu tim Jokowi. Kalau kalian mau dapat dukungan luas cobalah tunjukkan bahwa hukum dan keadilan kalian bisa tegakkan. Itu jawaban pamungkas atas kegelisahan rakyat, apapun agama, suku dan golongannya. Paham ya,” tandasnya.
Editor: Luki Herdian