Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengkritisi usul Menteri Sosial Tri Rismaharini terkait pembuatan kartu elektronik.
Rencananya, pengadaan kartu elektronik dilakukan dalam rangka mempercepat penyaluran bansos PPKM darurat kepada 5,9 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) baru.
Menurut Hidayat, alih-alih mempercepat penyaluran bansos PPKM, wacana kartu elektronik malah memperlambat realisasi penyaluran bansos.
Selain prosedur kesepakatan dan pembuatannya tidak bisa cepat, sosialisasi pemakaian kartu elektronik juga akan memakan waktu. Sehingga berdampak pada lambatnya penyaluran bansos.
Bisa jadi, usulan pemakaian kartu elektronik, itu malah membuat apatis dan membingungkan warga yang berhak menerima bansos. Karena kartu elektronik digital tidak bisa menjangkau semua penerima manfaat. Sebab tidak semua warga memiliki akses digital yang baik.
Pembuatan kartu digital dipastikan akan membuat realisasi penyaluran bansos makin tertunda. Padahal, bansos 5,9 juta KPM baru harus sudah disalurkan sejak Juli dan berlangsung hingga Desember 2021. Karena itu seharusnya, bansos yang dijadwalkan cair bulan Juli, diterima oleh KPM paling lambat sebelum PPKM Darurat berakhir (20 Juli).
Nyatanya bansos tersebut baru disalurkan ke 2,6 juta dari 10 juta KPM. Atau paling tidak sudah bisa diterimakan seluruhnya sebelum PPKM Darurat yang diperpanjang jadi PPKM Level berakhir pada 25 Juli 2021.
Namun dengan adanya usul pembuatan kartu digital oleh Mensos, bisa menjadi dalih untuk tidak tersalurkannya bansos secara cepat dan tepat waktu. Karena itu patut diduga kartu elektronik usulan Mensos itu tidak mempercepat pencairan bansos yang ditunggu warga korban PPKM darurat dan level. Tetapi malah menghambat proses pencairannya.
Pria yang akrab disapa HNW, ini mempertanyakan dasar penetapan bansos 5,9 juta KPM baru oleh Mensos serta sumber anggaran dan calon penerimanya. Mengingat, seperti Bansos Dana Desa yang ditujukan untuk 8 juta KPM sebesar Rp 300.000 per bulan, hingga Juli 2021 baru dapat mencapai 5,02 juta KPM.
Penetapan bansos secara mendadak dan tidak terpadu antar Kementerian / Lembaga berpotensi membingungkan Pemerintah Daerah. Kondisi tersebut membuat kinerja pendataan dan penyaluran bansos semakin lambat dan salah sasaran.
“Dengan demikian, mudah dilihat bahwa Pemerintah Pusat tidak siap dengan langkah-langkah operasional yang terpadu antar K/L. Seharusnya langkah operasional sudah disiapkan untuk dilaksanakan sebelum dibuatnya keputusan baru. Jangan sampai karena tidak adanya sinkronisasi, satu warga yang sama bisa menerima seluruh bansos, namun ada warga lain yang berhak justru tidak mendapatkan sama sekali. Atau di daerah terjadi keterlambatan penyaluran bansos, akibat berbagai pihak berkewenangan justru saling menunggu validitas data warga yang berhak menerima Bansos,” demikian disampaikan Hidayat Nur Wahid dalam keterangannya, Jum’at (23/7/2021).
Hidayat yang juga Anggota Komisi VIII DPR mengingatkan, pembuatan kartu baru bagi KPM hanya akan memperbanyak daftar kartu yang diberikan oleh Pemerintah. Saat ini saja setidaknya ada delapan kartu, mulai dari Kartu Keluarga Sejahtera hingga Kartu Pra-Kerja.
HNW sepakat dengan Mensos, harus ada usaha yang serius untuk mempercepat penyaluran seluruh Bansos, karena rakyat sudah sangat kesusahan akibat diterapkannya PPKM darurat yang diperpanjang dan diperluas.
Karenanya HNW mengusulkan agar pencairan bansos lebih lancar maka pola penyaluran seperti melalui PT Pos Indonesia bisa terus dilakukan.
Mengingat banyak KPM yang tidak memiliki akses ke perbankan dan sudah familier dengan Kantor Pos. Para Penerima Bansos cukup menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga, lalu dicocokkan dengan data yang dimiliki oleh PT. Pos.
Dan itu bisa diselenggarakan dengan pola jemput bola, sehingga bisa mengurangi faktor kerumunan yang menjadi sebab penyebaran virus Covid-19 varian Delta.
Selain memudahkan penerima manfaat, kebijakan tersebut juga dapat meningkatkan kinerja PT Pos sebagai BUMN yang tengah bangkit menghadapi persaingan dalam industri pengiriman logistik.
Apalagi telah terbukti pada tahun 2020 penyaluran bansos tunai melalui PT Pos mencapai 97,14 persen.
“Berbeda dengan bansos reguler seperti PKH dan BPNT yang penerimanya sudah ikut bertahun-tahun sehingga lebih paham sistem dan bisa diarahkan ke perbankan. Penerima bansos tunai kebanyakan merupakan KPM baru yang harus dipermudah pencairannya agar dapat meningkatkan realisasi penyerapan anggaran bansos,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini khawatir, jika Mensos membuat usulan baru yang tidak solutif, maka itu tidak akan membantu menyukseskan PPKM Darurat.
Dan karena tidak memenuhi target, maka diperpanjang jadi PPKM Level. Hal itu juga tidak membantu mengatasi dampak sosial ekonomi diberlakukannya PPKM Darurat yang diperpanjang jadi PPKM Level. Justru bisa mengakibatkan keterlambatan dalam pencairan bantuan dan ketidaktepatan sasaran penerima bansos.
Hal ini sudah terbukti pada pelaksanaan perpanjangan bansos tunai Mei-Juni yang hingga akhir Juli pencairannya masih belum diterima oleh sebagian besar KPM, akibat Mensos yang terus berkilah soal ketiadaan anggaran dan justru sibuk dengan urusan lain yang malah menambah kegaduhan yang tidak diperlukan saat Pemerintah ingin mempercepat penanganan terhadap covid-19.
Padahal kelambanan pencairan Bansos berdampak pada tidak turunnya mobilitas warga, sehingga kasus baru harian selama PPKM Darurat justru meningkat dari 34.379 kasus hingga mencapai rekor tertinggi di angka 56.757 kasus baru per (15/7/2021).
“Jangan sampai hingga PPKM level berakhir bansos yang dijanjikan tidak kunjung cair, sebagaimana yang terjadi pada saat PPKM Darurat. Mensos harus fokus pada integrasi dan validasi data serta cakupan program Bansos, sehingga Pemda lebih mudah melakukan pendataan. Para penerima mendapatkan haknya sesuai ketentuan, dan warga bisa tenang memenuhi himbauan Pemerintah untuk tetap di rumah dalam rangka mencegah penularan Covid-19 varian delta, yang korbannya makin banyak saja,” pungkasnya.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Riana