Jakarta, PONTAS.ID – Empat orang yang diduga telah menyebarkan berita bohong alias hoaks melalui media sosial tentang penculikan anak, diciduk jajaran Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri. Keempat pelaku ditangkap di sejumlah wilayah berbeda sejak kemarin hingga hari ini, Jumat (2/11/2018)
Keempat pelaku terdiri dari tiga orang laki-laki, EW (31), RA (33), JHHS (31), dan satu orang perempuan dengan inisial DNL (21).
“Empat pelaku, ada yang ditangkap di Kemang, Jakarta Selatan kemudian Sentiong, Jakarta Pusat lalu Ciputat, Tangerang Selatan, dan di Kabupaten Bekasi,” kata Kepala Subdirektorat II Dittipidsiber Bareskrim Polri, Komisaris Besar Rickynaldo dalam jumpa pers di kantor Bareskrim, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Jumat (2/11/2018).
Dari hasil penyelidikan sementara, keempat pelaku mengaku menyebarkan hoaks soal penculikan anak hanya karena ikut-ikutan dan rasa kasihan ketika melihat video penganiayaan terhadap anak kecil.
“Motifnya ikut-ikutan saja memberitahukan kepada teman-teman atau orang lain agar berhati-hati dan waspada terhadap aksi penculikan anak. Namun, pelaku tidak menyadari bahwa informasi yang disebarkan itu hoaks dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat,” kata dia.
Rickynaldo mengungkapkan, pihaknya telah menyita sejumlah barang bukti dari tangan tersangka antara lain satu unit tablet, tiga unit telepon seluler beserta kartu teleponnya, dan empat akun media sosial Facebook.
Timbulkan Keresahan
Terpisah, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengaku prihatin dengan maraknya informasi yang beredar di masyarakat soal kasus penculikan anak. Informasi yang beredar itu sebagian besar merupakan berita bohong yang berpotensi menimbulkan keresahan bagi para orang tua.
“Informasi-informasi ini berbahaya, karena mengganggu psikologis orang tua,” kata Susanto di Gedung KPAI, Jakarta, siang tadi.
Dari catatan KPAI, lanjut Susanto, belakangan ini ada enam kasus diberitakan sebagai kasus penculikan anak dan sengaja diviralkan melalui media sosial. Enam informasi yang diviralkan tersebut lima diantaranya hoaks, “Lima hoaks, satu benar terjadi di Bali tapi sudah ditangani,” katanya.
Susanto pun mengatakan hoaks penculikan ini membuat para orang tua yang memiliki anak resah dan berujung pada kekhawatiran berlebihan. Salah satu bentuk keresahan itu adalah para orang tua rela menunggu anaknya selama kegiatan belajar mengajar di sekolah.
“Beberapa orang tua bahkan sering ribut di grup Whatsapp karena kekhawatiran berlebihan, dan tentunya ini sangat mengganggu psikologis dan kehidupan mereka,” katanya.
Tindakan Tegas
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner KPAI Rita Pranawati pun menilai kekhawatiran berlebihan dari orang tua ini, bisa menimbulkan pengawasan yang berlebihan yang dilakukan orangtua terhadap anaknya.
Pengawasan berlebihan ini bisa berupa adanya intimidasi, membentak, menekan, memaksa dan mengatur secara ketat aktivitas keseharian anak atas nama ketakutan akan penculikan.
“Kondisi ini akan menimbulkan kegelisahan dan pembatasan yang ketat kepada anak dalam menjalankan aktivitas, sehingga sosialisasi dan kehidupan tumbuh kembangnya tidak berjalan secara wajar,” ucap Rita.
Untuk itulah, KPAI meminta pihak kepolisian untuk menindak tegas pelaku hoaks penculikan anak yang meresahkan masyarakat ini.
Sementara itu, terkait kasus ini, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 51 junto Pasal 35 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transkasi Eletronik (ITE) dan/atau Pasal 15 UU nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman pidana penjara 12 tahun atau denda Rp12 miliar.
Editor: Hendrik JS