Kemenristekdikti Diminta Lakukan Monitoring Paham Radikalisme di Lingkungan Kampus

Densus 88 Geledah Kampus UNRI

Jakarta, PONTAS.ID – Anggota Komisi X DPR RI Dadang Rusdiana tak memungkiri munculnya pemikiran atau paham radikalisme ada di setiap kampus di Indonesia.

Bahkan, benih-benih pemikiran radikalisme itu juga sudah menerobos lingkungan masyarakat dan keluarga.

Namun, kata Dadang, yang lebih penting adalah bagaimana agar intensitas pemikiran radikalisme itu tidak menjadi tinggi.

Dia menyebut, dalam hal ini Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) pun harus lebih intens melakukan monitoring dan evaluasi terhadap paham radikalisme di lingkungan kampus.

“Evaluasi dan monitoring oleh Kemenristekdikti ini dalam konteks menjaga bangsa dan negara ini dari situasi kekacauan terorisme. Saya kira wajar, dimanapun pasti ada orang-orang yang berpikir radikal. Tapi, tentu ini tidak boleh dibiarkan menjadi benih-benih pembangkangan terhadap negara,” kata Dadang, Rabu (6/6/2018).

Politisi Partai Hanura ini menambahkan, paham radikalisme tumbuh ketika keinginan dan cita-cita politiknya tidak tersampaikan dengan baik, sehingga oknum-oknum itu akan mencari jalan yang keras, mengintimidasi, bahkan melakukan teror.

Menurutnya, ketika seseorang yang tidak menghormati merah putih dan tidak mengakui Pancasila, itu sudah jelas melakukan pembangkangan dan mulai muncul benih-benih radikalisme.

“Jika paham radikalisme itu sudah masuk dunia kampus atau dunia kecendekiawanan, itu sangat berbahaya. Karena orang-orang kampus dan cendekiawan itu adalah matahari masyarakat, yang artinya menjadi rujukan bagi masyarakat, dan memberikan pengaruh bagi masyarakat. Ini (benih radikalisme) berbahaya jika dibiarkan. Mahasiswa harus lebih bertanggungjawab, karena mereka masyarakat terdidik,” terang Dadang.

Namun demikian, dia yakin, kampus memiliki sistem untuk meminimalisir paham dan aliran radikalisme di lingkungan kampus.

Menurut dia, untuk menghadapi kaum intelektual dan cendekiawan dapat dilakukan dengan pendekatan akademis, elegan dan konstruktif. Wakil rektor bidang kemahasiswaan, dosen atau organisasi intra kampus bisa berperan dalam melakukan pendekatan-pendekatan kepada masyarakat kampus, melalui diskusi yang sehat.

“Dunia kampus, intelektual, dan cendekiawan itu yang dikembangkan adalah diskursus yang konstruktif dan sehat. Saya kira kita punya akal sehat bersama, atau sebuah common sense bahwa yang namanya radikalisme itu kesesatan dan penyimpangan dari nalar yang sehat. Paham radikalisme itu sebetulnya hidup, tapi tidak akan tumbuh subur, ketika dihadapkan pada cara berpikir yang baik,” analisa Dadang.

Di sisi lain, mengenai data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang mengungkap tujuh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang terpapar terorisme, Dadang menilai BNPT jangan terlalu mudah membuka data itu.

Kata dia, hal itu cukup menjadi bagian dari strategi BNPT dalam mengawasi pergerakan paham radikalisme di lingkungan kampus. Supaya tidak menimbulkan keresahan dan stigma negatif dari masyarakat kepada kampus.

“Artinya monitoring dilakukan, tapi jangan terlalu reaktif. Aktifitas kampus juga biasa saja, tidak perlu terlalu dimata-matai. Kita tidak mungkin menghilangkan secara total orang-orang yang berpikir radikal, tapi kita harus tetap meminimalisir, dan mengunci, agar tidak menjadi aksi. Karena yang paling berbahaya dari pemikiran radikalisme adalah ketika sudah menjadi aksi,” pesan politisi dapil Jawa Barat itu.

Masuk ‘Level Kuning’

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Reni Marlinawati meminta agar pemerintah dan pihak pengelola kampus berusaha keras membersihkan kampus dari tempat persemaian paham radikalisme.

Reni menegaskan, pemerintah dan pengelola kampus harus membuat sistem yang kuat serta konten bahan ajar dan pengawasan dalam proses belajar mengajar di kampus untuk menangkal faham radikalisme bersemai di lingkungan kampus.

Sebab, kata dia, penyebaran paham radikalisme di perguruan tinggi telah masuk level ‘lampu kuning’.

“Upaya pembersihan paham radikalisme di perguruan tinggi tidak dimaknai dengan pemasungan kebebasan berpikir di ranah perguruan tinggi,” kata Reni.

“Kampus harus menjadi tempat persemaian kebebasan berpikir melalui nalar yang merdeka dari berbagai tekanan dan intimidasi dari pihak manapun. Aparat Polri dan pihak kampus harus memastikan, kampus harus dijaga sebagai tempat perayaan kebebasan berpikir,” terang Reni.

Ketua Fraksi PPP ini menegaskan, pihak perguruan tinggi harus mulai melakukan langkah preventif atas sejumlah temuan terkait paham radikalisme di perguruan tinggi.

Menurutnya, langkah pencegahan jauh lebih efektif ketimbang langkah penindakan. Namun, langkah pencegahan tersebut harus melibatkan seluruh civitas akademika perguruan tinggi.

“Momentum pendaftaran mahasiswa baru semestinya dijadikan kesempatan emas bagi pihak kampus untuk menyaring mahasiswa agar tidak terpapar dari paham radikalisme,” tuturnya.

“Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) juga dapat menjadi garda terdepan untuk memastikan mahasiswa baru dipastkan bersih dari paparan paham radikal. Momentum orientasi pengenalan kampus (Ospek) harus diarahkan pada pengenalan kampus dan memastikan mahasiswa baru tidak terpapar paham radikalisme,” pesan aktivis HMI Kohati itu.

Previous articleMenembak Mati Paramedis Razan, Israel Melanggar Hukum Internasional
Next articleCuti Bersama Diteken, PNS yang Tetap Kerja Diberi Kompensasi Ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here