Indonesia Bakal Geser Posisi AS Kelola Listrik Panas Bumi

Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Rida Mulyana

Jakarta, PONTAS.ID – Indonesia menggeser posisi Filipina dengan menempati posisi kedua di dunia dalam memanfaatkan panas bumi sebagai tenaga listrik. Posisi ini disebabkan kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi (PLTP) hingga triwulan I tahun 2018 ini telah mencapai 1.924,5 MW dari target hingga akhir tahun sebesar 2.058,5 MW.

“Dengan capaian ini kita patut bangga karena dengan capaian sebesar itu kita melebihi Filipina yang sebesar 1.870 MW. Artinya itu, kita telah menjadi produsen panas bumi nomor 2 di dunia,” kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Rida Mulyana dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (27/4).

Rida optimis, setelah menggeser posisi Filipina sebagai produsen listrik panas bumi kedua terbesar di dunia, Pemerintah memproyeksikan Indonesia akan menjadi penghasil listrik dari tenaga panas bumi terbesar di dunia pada 2023 mendatang mengalahkan Amerika dengan kapasitas listrik panas bumi mencapai 3.729,5 MW.

Rida menjelaskan, potensi panas bumi di Indonesia termasuk yang terbesar di dunia dengan potensi sumber daya sebesar 11.073 MW dan cadangan sebesar 17.506 MW. Indonesia memiliki potensi panas bumi yang melimpah dengan 331 titik potensi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Dengan pemanfaatan yang masih sekitar 11,03 persen dari cadangan yang ada, kata Rida menjadi peluang besar bagi para investor untuk mengembangkan panas bumi sekaligus memenuhi kebutuhan energi nasional.

“Untuk memasifkan pemanfaatan panas bumi sebagai energi, Pemerintah terus memberikan kemudahan kepada para investor panas bumi melalui pemberian insentif fiskal dan nonfiskal,” imbuhnya.

Selain itu, sambung Rida, pemerintah juga telah menerbitkan regulasi khusus mengenai panas bumi yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Tidak Langsung serta peraturan-peraturan teknis lainnya.

“Dua regulasi tersebut mengubah mindset lama bahwa pengembangan panas bumi bisa dilakukan di kawasan hutan konservasi karena tidak lagi dikategorikan sebagai usaha pertambangan,” pungkasnya.

Editor: Hendrik JS

Previous articleJakarta Ditargetkan Bebas Macet Tahun 2024
Next articleKabur dari Makassar, Tahanan Narkoba Terciduk di Balikpapan