Jakarta, PONTAS.ID – Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan mewanti-wanti implementasi PP tersebut akan berdampak luas.
Daniel Johan awalnya menyampaikan pemerintah harus mempertimbangkan dampak besar yang diterima oleh rakyat kecil dari penerapan PP 28/2024. Ruang lingkup pengamanan Zat Adiktif yang termuat pada Pasal 429-463 dalam PP 28/2024 dinilai akan berdampak ganda (multiplier effect) bagi kelangsungan industri kretek nasional legal di tanah air.
“Peraturan tersebut dapat berdampak pada PHK massal hingga merosotnya perekonomian petani tembakau dan UMKM,” kata Daniel Johan, Rabu (4/9/2024).
“Kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah harus membela rakyat kecil. Selain itu industri juga perlu dilindungi karena kalau pabrik bangkrut akibat regulasi yang dikeluarkan, gelombang PHK akan banyak dan dampaknya pengangguran jadi meningkat,” sambungnya.
Salah satu pasal dalam PP 28/2024 yang dianggap dapat berdampak terhadap industri rokok ada pada Pasal 435 yang berbunyi ‘Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau dan rokok elektronik harus memenuhi standardisasi kemasan yang terdiri atas desain dan tulisan’. Menurut Daniel, kebijakan tersebut dapat mengakibatkan penurunan permintaan bahan baku rokok.
“Banyak pekerja di industri rokok, termasuk petani tembakau dan cengkeh, pekerja pabrik terutama UMKM rokok kretek seperti ‘gadis kretek’, pekerja logistik dan lainnya. Kalau pabrik tutup mereka akan kehilangan pekerjaan,” tegas Daniel.
Legislator dari Dapil Kalimantan Barat I ini juga mengingatkan penutupan pabrik rokok bisa meningkatkan kemiskinan dan ketidakstabilan ekonomi sosial di daerah-daerah yang terdampak. “Masalah rokok ini kan kompleks ya. Mestinya dapat dicari langkah win win solution agar upaya pengendalian tembakau demi kesehatan masyarakat tidak berdampak terhadap keberlangsungan ekonomi bagi mereka yang bergantung pada industri ini,” imbuh dia.
Daniel menilai PP 28/2024 berpotensi menciptakan konflik sosial baru dalam pengawasan terhadap implementasi pasal-pasal ‘jebakan batman’. Ia khawatir regulasi tersebut belum tentu dapat mencapai tujuan pembuatannya karena tidak efektif di lapangan.
“Pemerintah harus merancang pengawasan dari implementasi peraturan itu. Jangan sampai dampak sosial dan ekonomi yang diakibatkan tidak ada solusinya,” kata Daniel.
Lebih lanjut, Daniel mengatakan kondisi ini diperparah dengan industri kretek legal nasional yang sudah dalam kondisi rentan ditandai dengan menurunnya jumlah pabrik dari 4.000 di tahun 2007 menjadi 1.100 pabrik di tahun 2022. Tak pelak, pemerintah perlu bersiap untuk menghadapi gelombang pengangguran besar yang akan memberikan konsekuensi ekonomi maupun sosial.
“Pengangguran akan menambah beban ekonomi negara, dan menyulitkan keluarga rentan. Aturan yang memuat banyak pasal ‘jebakan batman’ buat pelaku industri rokok kretek juga sangat merugikan petani tembakau yang kondisinya saat ini juga sudah sulit,” ungkap Daniel.
“Belum lagi layer-layer pelaku industri rokok kretek lainnya. Ingat, ada banyak ‘gadis kretek’ yang menyambung hidup dari industri ini,” sambungnya.
Petani Tembakau Was-was
Sedangkan, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji mengungkapkan, Saat ini, jutaan petani tembakau harus dihadapkan pada terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, sejak terbitnya PP tersebut, saat musim panen yang seharusnya industri saling berkompetisi menyerap bahan baku hasil panen, sampai saat ini sudah separuh musim panen, industri sudah banyak yang mundur karena tidak melakukan pembelian atau penyerapan.
“Bagi kami para petani tembakau mengalami kebingungan karena serapan tembakau jauh dari harapan. Ini sinyal efek domino negatif pada ambruknya ekonomi di sentra pertembakauan,” ungkap Agus Parmuji.
Pihaknya mengungkapkan, DPN APTI juga menolak produk hukum turunan PP 28/2024 seperti Peraturan Menteri Kesehatan. Sikap penolakan DPN APTI dituangkan dalam surat terbuka yang ditujukan untuk Menteri Kesehatan (Menkes) RI, bapak Ir. Budi Gunadi Sadikin, S,Si., CHFC., CLU. Surat tertanggal 02 September 2024, dengan nomor 026/DPN APTI/IX/2024, perihal penolakan PP No 28 Tahun 2024 dan produk turunannya.
“Kami sebagai bagian dari keanekaragaman Warga Negara Indonesia yang berkecimpung di sektor pertanian tembakau merasa dikriminalisasi hak ekonominya. Selama 5 tahun terakhir produk hukum yang dibuat mulai dari Undang Undang sampai Peraturan Daerah terus menerus menghimpit eksistensi pertembakauan yang dampaknya sangat terasa pada lemahnya perekonomian pertembakauan,” kata Agus.
Agus Parmuji menegaskan, terbitnya PP 28/2024 dan menyusul Rancangan Permenkes tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik, merupakan agenda besar global/asing dengan melibatkan kelompok anti tembakau yang sengaja akan membunuh hak ekonomi petani tembakau.
“APTI menolak dengan tegas terbitnya PP 28/2024 dan aturan turunan yang arahnya membunuh kelangsungan hak hidup jutaan petani tembakau. Kami akan terus melawan kedzaliman pemerintah yang merampas hak-hak petani tembakau!,” pungkas Agus Parmuji.
Diketahui, PP 28/2024 yang menjadi ancaman petani tembakau adalah Bab II Bagian Kedua Puluh Satu Pengamanan Zat Adiktif, dari Pasal 429 sampai Pasal 463. Bagian tersebut mengatur soal pengendalian zat adiktif produk yang mengandung tembakau atau tidak mengandung tembakau, baik rokok atau bentuk lain yang bersifat adiktif.