Jakarta, PONTAS.ID – Atribut baru yang digunakan jajaran pejabat dan pegawai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mulai memunculkan polemik. Pasalnya, topi baret, pangkat, hingga tongkat komando yang dikenakan tidak berpengaruh dalam perang melawan mafia tanah.
“Seragam dan atribut itu tidak dibutuhkan dalam menjalankan tugas maupun fungsi Kementerian ATR/BPN terlebih dalam pemberantasan mafia tanah,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang, di Jakarta, Kamis (28/7/2022).
Pejabat di Kementerian ATR/BPN kata Junimart bukan penegak hukum maupun penyidik sehingga yang diperlukan bukan baret dan tongkat komando, namun pikiran dan hati para pejabat serta pegawai bisa terpanggil tegak lurus bekerja.
“Sesuai fungsi dan tugasnya dalam melayani masyarakat serta tidak masuk dalam sindikasi mafia pertanahan,” kata Junimart.
Peningkatan Kualitas
Karena itu, dia justru mempertanyakan apa yang menjadi kerangka acuan serta urgensi dari inovasi gaya baru para pejabat maupun pegawai Kementerian ATR/BPN tersebut.
“Saya tidak memahami ‘frame of reference’ Menteri ATR/BPN menyematkan baret dan tongkat kepada para pejabat ATR/ BPN. Apa urgensinya dan apa filosofinya,” ujarnya.
Junimart mengaku penasaran dengan korelasi penggunaan baret hingga tongkat komando pada peningkatan kualitas kerja Kementerian ATR/BPN ke depannya.
“Kita lihat saja setelah memakai baret dan tongkat komando signifikansi hasil kerjanya,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam situs resmi Kementerian ATR/BPN menyebutkan bahwa Menteri ATR/ Kepala BPN RI, Hadi Tjahjanto menambah dan memberikan atribut baru kepada seluruh jajaran Kementerian ATR/BPN.
Atribut tersebut, antara lain tongkat komando, topi baret, dan tanda pangkat yang akan dipakai lengkap bersama dengan pakaian dinas harian (PDH) yang diluncurkan dalam acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di The Ritz-Carlton Hotel Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (26/7/2022).
Perkuat Digitalisasi
Sementara itu, Menteri Hadi Tjahjanto terus menyempurnakan digitalisasi layanan pertanahan guna memerangi mafia tanah.
“Dan kemudian, saat ini juga kita akan meningkatkan kemampuannya dengan teknologi yang terkini seperti  blockchain, itu untuk implementasi sertipikat elektronik,” katanya.
Hadi Tjahjanto memaparkan sejumlah penyempurnaan terus dilakukan sebelum layanan pertanahan digital diimplementasikan secara menyeluruh. Penyempurnaan dilakukan guna menutup celah-celah yang selama ini dimanfaatkan oleh mafia tanah.
“Mafia tanah tidak akan bisa masuk dengan sistem digital yang akan saya bangun, hingga kepercayaan akan terus meningkat hingga masyarakat bisa tenang, masyarakat memiliki kepercayaan bahwa tanahnya tidak akan hilang,” ujarnya.
Namun, Hadi Tjahjanto menekankan meskipun nantinya layanan digital sudah terealisasi, Kementerian ATR/BPN tetap melakukan pengecekan secara manual untuk meminimalkan terjadinya kesalahan.
“Kita harus melakukan double check, cek pertama adalah proses secara robot dimasukkan ke suatu sistem, ketika keluar kita harus cek lagi secara fisik, benar tidak, luasnya sekian, atas nama siapa, sesuai dengan yang diinginkan,” jelasnya.
Digitalisasi layanan pertanahan ini juga terus disosialisasikan kepada seluruh Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Hadi Tjahjanto berharap setiap insan pertanahan di Kementerian ATR/BPN mampu menjalankan, mengembangkan, hingga memaksimalkan layanan pertanahan digital tersebut.
Digitalisasi layanan pertanahan ini diharapkan dapat membantu menuntaskan tiga instruksi utama Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo kepada Menteri ATR/Kepala BPN, yakni mendaftarkan seluruh tanah di Indonesia, menyelesaikan konflik pertanahan, dan mendukung pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
Penulis: Pahala Simanjuntak
Editor: Ahmad Rahmansyah