Jakarta, PONTAS.ID – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Usai menjalani pemeriksaan, Anies mengharapkan keterangan yang diaampaikannya dapat membantu KPK untuk mengungkapkan kasus ini.
“Saya berharap penjelasan yang tadi kami sampaikan bisa bermanfaat bagi KPK untuk menegakkan hukum, menghadirkan keadilan, dan memberantas korupsi,” kata Anies di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/9/2021).
Anies mengatakan, dirinya disodori delapan pertanyaan oleh penyidik terkait dengan program pengadaan rumah di DKI Jakarta. ‘Pertanyaan menyangkut landasan program dan seputar peraturan-peraturan yang ada di Jakarta,” ucap Anies.
Anies selesai memberikan keterangan kepada penyidik pada pukul 12.30 WIB, “Tetapi kemudian lebih panjang untuk me-review memastikan bahwa yang tertulis itu sama. Tuntas tadi semua itu kira-kira jam 15.00-an mungkin, lalu selesai,” ungkap Anies.
Anggaran Gelondongan
Sementara itu, Prasetyo Edi Marsudi mengatakan dirinya dikonfirmasi penyidik mengenai mekanisme penganggaran pengadaan tanah di Munjul seperti, mekanisme penganggaran dari RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), KUA (Kebijakan Umum Anggaran), RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah).
“Sedikit lah ada enam atau tujuh pertanyaan,” kata Prasetyo usai diperiksa di Gedung KPK.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pembahasan anggaran tersebut dibahas mulai di tingkat komisi sampai ke badan anggaran (banggar).
“Semua dibahas dalam komisi, nah di dalam komisi apakah itu diperlukan untuk ini, ya namanya dia minta selama itu dipergunakan dengan baik ya tidak masalah. Pembahasan langsung sampai ke banggar besar dan kita mengetok palu. Nah gelondongan itu saya serahkan kepada eksekutif,” ucap Prasetyo menambahkan.
Sebagai informasi, Anies dan Prasetio diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya, YRC dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Tahun 2019.
Selain YRC, KPK menetapkan empat tersangka lainnya, yaitu Direktur PT Adonara Propertindo TA, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo AR, Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) RHI dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo.
KPK menduga Sarana Jaya melakukan perbuatan melawan hukum terkait pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian “appraisal”, dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.
Selanjutnya, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara “backdate” dan adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.
Atas perbuatan para tersangka tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.152,5 miliar.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Fajar Adi Saputra
Editor: Pahala Simanjuntak