Jakarta, PONTAS.ID – Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengingatkan agar subsidi energi terutama listrik, BBM, dan LPG rumah tangga tidak dikurangi, mengingat subsidi adalah amanat konstitusi yang berupaya untuk menyejahterakan rakyat.
“Gas, listrik, dan BBM ini kan public goods. Penguasaannya oleh negara. Oleh karena itu, negara harus hadir dan mengelola sumber daya ini dengan sebaik-baiknya demi kemakmuran semua rakyat Indonesia,” terang Misbakhun, dalam Rapat Kerja Penelaahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK berkaitan Kebijakan Pengelolaan Subsidi Energi, dikutip dari laman resmi DPR, Sabtu (6/2/2021).
Pada UUD 1945 pasal 33 ayat 1 dan 2 dijelaskan, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Berangkat dari dasar hukum ini, Misbakhun tidak sepakat dengan pengurangan subsidi. Baginya, secara langsung atau tidak, pengurangan subsidi turut mengurangi peran negara untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat.
Dalam rapat kerja yang turut dihadiri oleh jajaran Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan Kementerian BUMN itu, Misbakhun kecewa dengan sistem dan aplikasi terapan subsidi energi di Indonesia yang longgar dan tidak tepat sasaran, sehingga memungkinkan terbukanya peluang penyelewengan penyaluran subsidi. Padahal, rakyat Indonesia membutuhkan subsidi energi yang kian tahun makin sulit diperoleh.
“Tadi telah disampaikan mengenai bagaimana sistem subsidi ini berjalan. Sistem subsidi di Indonesia ini kan sangat longgar. Karena apa? Karena subsidi ini dipegang oleh rekening pemerintah. Menteri Keuangan sebagai bendahara umum negara menggunakan rekening 99 dan itu sangat fleksibel. Sehingga, rekomendasi BPK, kebetulan saya juga akuntan negara, jadi mengetahui dari sisi policy, program subsidi ini sering tidak ter-planning,” jelas Misbakhun.
Dirinya menerangkan, hambatan subsidi juga bisa muncul karena sulitnya menemukan titik ekuilibrium antara mekanisme pasar dan barang publik. Jika terus menerus mengejar mekanisme pasar, rakyat akan tertinggal dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, negara perlu secara serius mengintervensi di antara keduanya lewat kebijakan yang dibuat.
Politisi Fraksi Golkar itu berharap, setiap pemangku kebijakan tetap melanjutkan program subsidi energi dengan catatan memperbaiki tata kelola dan skema pelaksanaan sekaligus pengawasan. Di antaranya, memperbaharui data penerima subsidi, membangun sistem yang saling terintegrasi, dan memperkuat struktur pengawasan pengelolaan subsidi energi.
“Sesulit apapun, jika negara hadir untuk meringankan beban rakyat, maka saat ini negara berperan dalam mewujudkan kesejahteraan Indonesia. Akan sangat lebih baik jika tata kelola sekaligus pengawasan sistem dan aplikasi terapan subsidi energi diperbaiki,” pungkas wakil rakyat dari Jawa Timur II itu.
Di dalam RDP tersebut, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, memaparkan sejumlah rekomendasi BPK terkait subsidi energi dan kompensasi tahun 2019, seperti menyusun mekanisme penganggaran berbasis kinerja atas kebijakan kompensasi BBM dan TTL sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, membuat dukungan analisis dampak capaian target nasional sebelum realisasi pembayaran kewajiban pemerintah
Selanjutnya, menetapkan kebijakan jenis transaksi dan syarat status atas transaksi yang dilakukan set-off, dan menyusun alokasi anggaran lebih rinci untuk rencana pembayaran utang kepada pihak ketiga dan utang jangka panjang dalam negeri lainnya di tahun 2020.
Penulis: Riana
Editor: Luki Herdian