Jakarta, PONTAS.ID – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) dalam pembacaan pandangan akhir mini tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai Menolak untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Ada beberapa catatan yang menjadi dasar penolakan RUU ini.
“Kami memandang bahwa kondisi ekonomi saat ini dengan kondisi di awal pembahasan RUU ini pada periode 2014-2019 mengalami perubahan besar, perubahan ini harusnya menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan,” ujar Anggota Panja RUU Bea Meterai Junaidi Auly dalam keterangan tertulis, Jumat (4/9/2020).
Menurut Aleg PKS ini pemerintah perlu memperhatikan aspek sosial ekonomi masyarakat di tengah pandemi COVID-19, kenaikan bea meterai ini berpotensi akan melemahkan daya beli masyarakat dan bisa menjadi beban baru perekonomian sehingga angka kemiskinan dan pengangguran akan terus mengalami lonjakan.
Selain itu, bea meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 akan mengalami kenaikan sampai 70% menjadi tarif tunggal yaitu Rp 10.000 yang batas transaksi nominal hanya di atas Rp 5 juta.
“Kami keberatan terkait itu karena dasar penetapan bea meterai ini mencederai asas dan filosofi keadilan pajak, baik dokumen kertas maupun elektronik akan disamaratakan,” kata Junaidi.
Catatan lain yang menjadi keberatan Fraksi PKS menerima RUU ini yaitu belum adanya pasal atau ayat yang kuat dalam mengatur pengawasan dan pengendalian yang menjamin bea meterai yang dipungut oleh pihak yang ditetapkan benar-benar masuk kas negara.
“Bea meterai ini akan berlaku awal Januari tahun 2021, dan ini menjadi beban baru masyarakat di tengah pandemi COVID-19 yang masih belum dipastikan kapan wabah ini berakhir,” pungkas Legislator asal Lampung ini.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Pahala Simanjuntak