Jakarta, PONTAS.ID – Komisi X DPR minta Mendikbud alokasikan anggaran POP (program organisasi penggerak) hanya Rp 100 miliar dari Rp 594 miliar, sedangkan Rp 494 miliar digeser untuk membantu pendidikan jarak jauh (PJJ) di era pandemi dimana masyarakat menghadapi kesulitan yang luar biasa.
Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda minta anggaran POP yang Rp 494 miliar untuk mensubsidi PJJ yang sulit luar luar biasa saat ini. Khususnya di daerah-daerah terpencil. Seperti jaringan internet, paket data, bahkan ada yang tak punya Hp, apalagi laptop dan sebagainya. Sedangkan untuk POP kalau dilanjutkan cukup Rp100 miliar. Masak Tanoto dan Sampoerna yang harusnya membantu malah dapat anggaran.
“Design POP memang dalam suasana normal, bukan darurat pandemi covid-19, sehingga skemanya berbeda dengan kondisi normal. Termasuk anggaran yang Rp594 miliar tersebut,” katanya, Jumat (31/1/2020).
Dimana sejak awal Komisi X DPR mengingatkan agar tidak terjadi gap, kontradiktif antara gagasan dan operasional terkait siapa dan organisasi apa saja yang lolos kriteria POP tersebut.
Serta bagaimana POP itu memperlakukan organisasi seperti NU dan Muhammadiyah yang memiliki ribuan satuan pendidikan dari PAUD hingga SMA itu tidak disamakan dengan yang tidak memiliki satuan pendidikan. “Sayang tak ada jawaban dari Kemendikbud RI. Padahal, skema anggarannya full APBN.”
Tapi, setelah ada protes masyarakat pasca mundurnya NU, Muhammadiyah, dan PGRI Nadiem bilang ada dua skema tambahan; yaitu mandiri dan pendampingan plus APBN. “Kalau jawaban skema anggarannya itu di luar APBN, karena terdesak protes dan itu salah, ya tetap salah.”
Untuk itu ia minta Menkdikbud tunda POP karena sudah kehilangan legitimasi dengan tak terlibatnya NU, Muhammadiyah, PGRI dan lain-lain. Sebaiknya Kemendikbud lebih fokus pada PJJ yang sulit saat ini. Komisi X DPR pun akan mengundang Nadiem untuk mengevaluasi komprehensif masalah POP tersebut.
“Kami minta apapun keputusannya soal POP itu harus mendapat persetujuan DPR RI dan diterima publik.”
Namun ia mengapresiasi langkah Nadiem dengan meminta maaf pada NU, Muhammadiyah, PGRI dan masyarakat atas POP yang menuai polemik tersebut.
“Silaturahmi itu sebagai langkah menyudahi kegaduhan sekaligus membuka ruang dialog dan agar programnya lebih membuni, meng-Indonesia di tengah pendidikan masih terjadi disparitas kesenjangan luar biasa,” tutur Syaiful Huda.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Hendrik JS