Jakarta, PONTAS.ID – Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan, jika nanti dilantik menjadi Ketua KPK, Komjen Firli Bahuri tidak perlu mundur dari polri. Sebab tidak ada UU mengatur atau menyatakan bahwa perwira tinggi aktif polri terpilih menjadi pimpinan KPK harus mundur dari polri.
Ketua Presidium IPW menilai, desakan agar Firli mundur dari Polri hanya dilakukan oleh oknum oknum KPK yang takut dengan kehadiran Firli memimpin lembaga anti rasuha itu.
“Lagian masa dinas Firli sebagai anggota polri tidak lama lagi, setelah itu dia pensiun dan menjadi masyarakat sipil. Selama ini, perwira tinggi polri terpilih jadi pimpinan adalah purnawirawan sehingga tidak dipermasalahkan, baik oleh internal KPK maupun eksternal KPK,” kata Neta dalam keterangan pers, Jumat (29/11/2019).
“Kini muncul masalah karena oknum oknum yg merasa menjadi penguasa di KPK selama ini, ketakutan melihat kehadiran Firli, terutama oknum-oknum disebut sebagai “polisi Taliban”, padahal bagi masyarakat luas tidak masalah apakah Firli jenderal aktif atau tidak,” lanjutnya.
IPW, sambung Neta, melihat ada dua hal membuat orang orang sok kuasa di KPK ketakutan pada Firli. Pertama, Firli pernah menjadi deputi penindakan KPK sehingga dia tahu persis borok borok dan orang orang menjadi biang kerok di lembaga anti rasuha itu.
Kedua, Firli akan mereformasi KPK dgn paradigma baru yg tentunya kepentingan orang orang yg sok kuasa di KPK akan tersapu.
“Kedua hal itu akan mudah dilakukan Firli dan tidak ada berani mengganggunya, mengingat Firli adalah jenderal aktif, jika terjadi aksi boikot oleh kelompok “polisi Taliban”, Firli tinggal mengerahkan para penyidik dari polri,” ujarnya.
Neta berpendapat, desakan Firli agar mundur dari polri itu lebih pada kepentingan oknum tertentu dan tidak menyangkut kepentingan masyarakat. Sebab jika pun nanti Firli dinilai menyalahgunakan posisinya sebagai jenderal aktif, masyarakat akan bereaksi dan memprotesnya, terutama pihaknya akan mengawasinya secara ketat.
“Sebab itu IPW menyarankan, para polisi Taliban tidak perlu galau terhadap keberadaan Firli apakah dia jenderal aktif atau tidak. Lebih baik para polisi Taliban di KPK itu fokus pada pemanggilan paksa terhadap ketua umum PKB Muhaimin Iskandar berusaha menghindar terhadap pemanggilan KPK,” terangnya.
Selain itu, Neta melanjutkan, menjelang berakhirnya massa tugasnya pada pertengahan Desember mendatang, para pimpinan KPK harus menjadikan kasus Muhaimin sebagai “bonus” karirnya di KPK maupun “bonus” akhir tahun buat masyarakat, terutama masyarakat Anti korupsi.
Apalagi disebut sebut KPK sudah punya alat bukti kuat dalam kasus Muhaimin, di antaranya cctv, apalagi harus diragukan.
“Jika Muhaimin menghindar, KPK bisa melakukan pemanggilan paksa. Jadi dari pada mempermasalahkan Firli, orang orang merasa punya kuasa di KPK, lebih baik fokus melakukan pemanggilan paksa pada Muhaimin agar kasusnya tuntas, sebelum akhir tahun 2019,” tegas Neta.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Idul HM