Komunikasi Publik Pemerintah Naikkan BPJS Kesehatan Tak Simpatik

BPJS Kesehatan

Jakarta, PONTAS.ID — Realiasi kenaikan dua kali lipat iuran BPJS Kesehatan yang mencakup peserta yang menggunakan fasilitas kesehatan (faskes) kelas III, faskes kelas I dan II semakin dekat. Kenaikan yang direncanakan mulai diterapkan awal Januari 2020, tinggal menunggu peraturan presiden (Perpres) sebagai payung hukum.

Namun, kengototan pemerintah menaikkan iuran tidak disertai dengan komununikasi publik yang baik. Alih-alih menjanjikan peningkatan pelayanan kepada publik dan melakukan perbaikan menyeluruh terhadap sistem dan manajemen, diskursus pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan diwarnai narasi yang tidak perlu.

Anggota DPD RI Fahira Idris menyayangkan kengototan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang tidak disertai dengan komitmen atau jaminan bahwa ke depan peserta akan mendapat pelayanan yang lebih baik.

Rencana kenaikan yang sama sekali tidak disertai dengan komitmen tegas pemerintah bahwa ke depan sistem dan manajemen BPJS Kesehatan lebih baik sehingga tidak terjadi lagi defisit sama sekali tidak terdengar. Bahkan kenaikan BPJS Kesehatan diiringi narasi-narasi yang dinilai kurang simpatik.

“Ibaratnya ‘memaksa orang’ membayar sebuah produk dengan selisih harga lebih tinggi dari sebelumnya, tetapi tidak diberi jaminan bahwa produk tersebut lebih baik dari sebelumnya. Malah narasi-narasi yang mengiringi rencana kenaikan iuran sama sekali tidak simpatik. Kalau faskes tingkat pertama di seluruh Indonesia fasilitasnya sudah baik dan merata, peserta juga akan memilih puskesmas terdekat untuk mengobati sakitnya. Jadi bukan manja,” ujar Fahira Idris di Jakarta, Kamis (10/10/2019).

Menurut Fahira, alasan atau pembelaan pemerintah yang menyatakan bahwa jika iuran tidak naik maka BPJS Kesehatan bisa colaps (bangkrut), mengesankan defisit BPJS Kesehatan adalah tanggung jawab semua peserta. Padahal jika saja kinerja BPJS Kesehatan maksimal terutama terkait strategic purchasing, pelayanan biaya operasional, tata kelola teknologi informasi, penerimaan dan pengeluaran, dan sistem piutang, defisit tidak akan sebesar ini.

Belum lagi persoalan masih banyaknya ditemukan perserta bermasalah (tidak memiliki NIK dan NIK ganda, kolom faskes kosong, peserta meninggal) yang menjadi biang terus membengkanya defisit, menandakan banyak hal yang harus diperbaiki oleh pemerintah.

“Menaikkan iuran BPJS Kesehatan persoalan serius, jangan disederhanakan misalnya cuma naik lima ribu perhari atau sama seperti bayar parkir motor per jam sehingga tidak memberatkan. Narasi-narasi seperti ini baiknya dihindari. Bangunlah narasi yang lebih kuat dan persuasif, agar publik lebih simpatik,” pungkas Senator Jakarta ini.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Riana

Previous articleKelola Dana Desa, JAM Intelijen: Kades jangan Takut
Next articlePembatasan Merek Dorong Produksi Ilegal Bertambah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here