Jakarta, PONTAS.ID – Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, bongkar pasang sejumlah direksi bank BUMN memang kewenangan dari pemerintah yang diwakili Menteri BUMN. Tetapi, kata dia, proses perombakan direksi BUMN yang tak transparan membuat keputusan-keputusan yang diambil terasa sangat ganjil.
“Semakin ganjil karena dilakukan hanya 4 bulan setelah pergantian direksi. Ini bernuansa sangat tidak profesional dan politis,” kata Piter di Jakarta, Sabtu (31/8/2019).
Piter menjelaskan, Bank BUMN harus segera mengisi kekosongan posisi direktur utama BRI dan BTN dalam waktu dekat. Itu karena hal ini menyebabkan ketidakpastian pasar dan kepercayaan investor asing.
“Harga saham memang turun oleh karena Bank BRI dan Bank BTN jangan sampai terlalu lama kekosongan posisi strategis dirut,” ujarnya.
Peneliti Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, aksi Menteri BUMN Rini Soemarno yang mengotak-atik susunan direksi Bank BUMN sebelum pelantikan Jokowi sebagai presiden sangat berbahaya.
“Aksi politik Menteri BUMN ini sangat berbahaya, karena memasuki injury time sebelum pelantikan kabinet yang baru,” kata dia saat dihubungi wartawan, Jumat (30/8/2019).
Bhima menjelaskan hal itu akan berimbas pada kinerja bank BUMN yang dipastikan akan terganggu. Sebab, karyawan dan direksi akan mengalami demotivasi karena drama yang terjadi di perusahaan.
“Karena perombakan direksi dan komisaris bank BUMN tidak berdasarkan pada penilaian kinerja. Bisa dibayangkan Suprajarto yang merintis karier di BRI (UMKM), kemudian dilempar ke BTN yang fokus bisnisnya berbeda (KPR). Ini jelas merusak jenjang karier dan tata kelola BUMN. Cost yang harus ditanggung oleh bank, market (kepercayaan investor), dan menteri BUMN berikutnya amat mahal,” ujarnya.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Hendrik JS