Pemerintah Jangan Terburu-buru Pindahkan Ibukota ke Kalimantan

Jokowi membacakan Pidato Kenegaraan di sidang bersama DPD-DPR

Jakarta, PONTAS.ID – Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan dalam sidang bersama DPD-DPR meminta izin untuk memindahkan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menilai pemindahan ibu kota negara bukan perkara mudah dan membutuhkan kajian secara komprehensif.

Ia pun mempertanyakan urgensi dan target yang ingin dicapai pemerintah melalui wacana pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa.

“Saya kira perlu dipertanyakan juga pemindahan ibu kota untuk apa sebenarnya. Itu yang paling mendasar, karena macet kah Jakarta? Tapi, masa karena Jakarta macet kemudian ibu kotanya dipindah?” kata Sigit di Jakarta, Senin (19/8/2019).

Sigit menuturkan, sebuah ibu kota harus didukung dengan sumber daya manusia yang cukup. Karenanya, jika diletakkan di daerah yang sumber daya manusianya kurang, tentu tidak akan optimal.

Sisi lain, lanjut politikus PKS ini, infrastruktur pendukung di daerah yang masuk dalam daftar calon ibu kota belum memadai. Sehingga pemindahan ibu kota membutuhkan pembangunan infrastruktur yang masif untuk membangun gedung-gedung pemerintahan dan membutuhkan dana yang cukup. Sementara APBN sangat terbatas.

“Kami sudah mengunjungi daerah-daerah itu, saya kira belum level untuk sebuah ibu kota yang komprehensif. Bagaimana dengan bandaranya? Untuk ibu kota minimal ada bandara sebagai connectivity dengan daerah pendukungnya. Maka kalau alasannya untuk pemerataan penduduk, maka transmigrasi bisa dilakukan. Biayanya lebih kecil,” terang Sigit.

Meski bukan gagasan baru, Sigit mengakui belum melihat kajian komprehensif pemerintah terkait evaluasi pemindahan ibu kota ini.

“Kalau pemerintah bilang sudah melakukan kajian komprehensif, mana saya ingin tahu. Mestinya dokumen itu jadi dokumen publik bukan dirahasiakan. Ayolah, DPR diundang untuk terlibat dalam diskusi tentang pemindahan ibu kota ini,” tandasnya.

Sementara itu, Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja menganggap pemindahan pusat pemerintahan belum mendesak dilakukan. Pemindahan ibu kota jangan sebatas karena Jakarta semrawut. Kompleksitas masalah yang ada di Jakarta, kata dia, harus dihadapi seperti layaknya kota-kota lain.

Ia mendorong pemerintah menyelesaikan semua permasalahan yang ada di Jakarta ketimbang memindahkan ibu kota. “Banyak kota lain punya masalah sekompleks Jakarta dan unik sesuai konteksnya. Pindah juga bukan berarti masalah hilang,” ujarnya.

Dari sisi pendanaan, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, meminta pemerintah mengkaji ulang rencana pemindahan ibu kota ini. Terlebih pemerintah menyatakan butuh dana sekitar Rp 466 triliun dan ingin sekecil mungkin menggunakan APBN.

“Perlu dikaji lebih mendalam kesiapan pembiayaan, pola kerja sama swasta, proyek mana yang bisa didanai swasta, mana yang perlu APBN,” ujarnya.

Ide pemerintah yang Ingin tukar guling aset-aset di Jakarta demi menambah modal juga dirasa tidak tepat. Bhima berpendapat tanah negara di DKI Jakarta seharusnya tidak dijual. Sedangkan jika gedung kementerian atau lembaga mau disewakan belum tentu menarik minat swasta.

“Lokasi memang strategis tapi harga sewa juga tergantung usia bangunan. Sementara bangunan eks kementerian atau lembaga umurnya sudah tua, yang jelas mengalami depresiasi,” ucapnya. Sebab, kata dia, skema itu hanya sebagian kecil dari cara mendanai pindah ibu kota. “Uangnya pasti tidak cukup dengan tukar guling,” ujarnya.

Menurut Bhima, dalam penganggaran rencana pemindahan Ibu Kota setidaknya perlu partisipasi swasta yang cukup dominan hingga 60 persen ditambah masukan dari BUMN dan mengambil kurang dari 10 persen APBN.

“Jadi harus dibagi mana proyek yang komersil sehingga swasta tertarik. Misalnya pembangunan perumahan untuk PNS dan yang kurang komersil sebagian dibentuk penugasan ke BUMN,” tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, Dalam pidato kenegaraan HUT RI ke-74 di Gedung Nusantara, Kompleks DPR-MPR, pada Jumat (16/8/2019), Presiden Jokowi secara resmi meminta izin kepada anggota dewan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kalimantan.

“Pada kesempatan yang bersejarah ini. Dengan memohon ridho Allah SWT, dengan meminta izin dan dukungan dari Bapak Ibu Anggota Dewan yang terhormat, para sesepuh dan tokoh bangsa terutama dari seluruh rakyat Indonesia, dengan ini saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan,” kata Jokowi.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Hendrik JS

Previous articleUnjuk Gigi, Camat Koja Hidangkan Kuliner dari 34 Provinsi
Next articleSoal Tarif Iuran, BPJS Kesehatan Tunggu Realisasi Pemerintah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here