Jakarta, PONTAS.ID – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan tekanan terhadap rupiah dan mata uang berbagai negara di pasar keuangan tak lepas dari kebijakan Cina melemahkan (devaluasi) mata uangnya yuan.
Langkah devaluasi diambil Negeri Tirai Bambu itu sebagai respons atas perkembangan perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).
Sebelumnya, Cina membiarkan yuan melemah melewati level kunci, yakni 7 yuan per dolar AS pada Senin (5/8) kemarin. Kebijakan pelemahan tersebut untuk pertama kalinya dilakukan dalam lebih dari satu dekade ini.
Kebijakan Cina itu menuai protes dari AS. AS menuding Cina sebagai ‘manipulator mata uang’. Darmin mengatakan kebijakan tersebut membuat sebagian besar nilai tukar mata uang global langsung melemah.
Hanya saja, Negara Tirai Bambu ini memilih untuk melakukan devaluasi yuan agar ekspornya tetap kompetitif.
“Ketika Cina menjual barangnya, tentu itu akan lebih murah. Tapi masalahnya, ketika yuan melemah, maka banyak mata uang negara juga ikut melemah,” kata Darmin di Jakarta, Selasa (7/8/2019).
Mantan gubernur Bank Indonesia (BI) ini belum bisa memperkirakan durasi dampak devaluasi yuan terhadap rupiah. Ia mengatakan tak mengkhawatirkan kondisi tersebut.
Pasalnya, ia meyakini pelemahan yuan hanya akan terjadi sementara saja. Proyeksi tersebut disebabkan oleh kecamuk perang dagang yang saat ini belum jelas arah penyelesaiannya.
Apalagi di tengah sentimen tersebut, AS berencana mengenakan bea masuk tambahan 10 persen kepada produk Cina sebesar US$300 miliar pada September nanti. Cina sebenarnya bisa membalas dengan mengenakan tarif pada produk impor AS.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Hendrik JS