Jakarta, PONTAS.ID – Salah satu tujuan dilaksanakannya Reforma Agraria adalah meningkatkan kesejahteran masyarakat dan pemerataan penguasaan tanah di Indonesia yang sasarannya menciptakan keadilan sosial yang ditandai dengan adanya keadilan agraria. Maka dari itu, pelaksanaan Reforma Agraria harus seimbang antara asset reform dan access reform.
“Kesejahteraan masyarakat itu tidak cukup dengan legalisasi aset seperti melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) saja, tapi harus seimbang antara asset reform dan access reform. Ketika kegiatan asetnya terus jalan tapi kegiatan aksesnya berjalan lamban akibatnya kesejahteraan masyarakat juga lamban dan tidak berjalan dengan baik,” ujar Ratmono selaku Direktur Pemberdayaan Hak atas Tanah Masyarakat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN,Melalui keterangan kepada pontas, Jumat (7/12/2018).
Ratmono mengatakan, Reforma agraria tidak hanya dipahami sebagai kebijakan untuk redistribusi tanah, tetapi juga sebagai proses yang lebih luas seperti akses memanfaatkan sumber daya alam, mengembangkan sumber daya manusia, memudahkan dalam mendapatkan modal usaha, memanfaatkan teknologi, menciptakan pasar barang dan meningkatkan tenaga kerja.
“Sertipikat tanah yang diterbitkan Kementerian ATR/BPN menghantarkan masyarakat untuk punya akses permodalan untuk usahanya. Pada pelaksanaannya juga ada pendampingan dari perbankan dan dinas-dinas terkait, selain itu juga ada penyuluhan untuk membuat usaha itu jadi lebih baik,” ujar Ratmono.
Ratmono berpesan kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di daerah, sebaiknya untuk memprioritaskan penyertipikatan tanah masyarakat yang sudah punya usaha karena dia sudah punya access reform. Jadi skemanya itu tidak selalu access reform mengikuti asset reform, terkadang access reform sudah jalan duluan tapi belum punya asset reform, dengan adanya asset reform bisa menambah modal usaha masyarakat.
Kementerian ATR/BPN melalui Direktorat Pemberdayaan Hak atas Tanah Masyarakat telah menandatangani nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama dengan beberapa kementerian/lembaga terkait baik di Pemerintahan pusat maupun daerah. Harapannya guna menjalin sinergitas dan koordinasi yang baik untuk menjadi motor penggerak dalam pelaksanaan acces reform berupa pemberdayaan masyarakat.
Salah seorang masyarakat yang ditemui oleh tim humas, yaitu Herlina (42) mengaku sudah memanfaatkan sertipikat tanah yang dipunya untuk mendapatkan modal usaha. Ia mengaku saat ini telah mempunyai tiga jenis usaha seperti warung sembako, laundry dan warung kaki lima dengan pendapatan sekitar Rp 25 juta perminggu.
Dari usahanya itu, Ia bisa membuka lapangan pekerjaan untuk orang di sekitar tempat usahanya, kini Ia memiliki enam orang karyawan. Selain itu, Ia juga dapat menyekolahkan anak-anaknya hingga ke bangku kuliah.
“Saya membangun usaha ini dengan modal awal sekitar Rp. 3 juta, kemudian saya ikut kegiatan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan untuk mendapat modal tambahan demi mengembangkan usaha, saya agunkan sertipikat tanah ke bank tentunya dengan kalkulasi yang matang jadi bertanggung jawab dan agar sertipikat saya tidak hilang,” ujar Herlina.
Editor: Idul HM