Tana Toraja, PONTAS.ID – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus berupaya meningkatkan kualitas dan daya saing komoditas kopi premium Indonesia yang berorientasi ekspor, salah satunya kopi Toraja.
Untuk itu, Kemendag menyelenggarakan lokakarya dengan tema ‘Strategi Pemasaran dan Peningkatan Daya Saing Kopi Toraja di Pasar Ekspor’ di Makale, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Tengah (Sulteng).
“Lokakarya ini sebagai bentuk perhatian pemerintah agar kopi Toraja tetap bersaing di pasar dunia,” kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN), Arlinda dalam siaran pers Kemendag, Rabu (10/10/2018).
Arlinda menjelaskan, kopi Toraja merupakan salah satu produk ekspor unggulan Indonesia yang telah mendapat pengakuan dunia akan keistimewaan yang dimilikinya, baik citarasa, maupun cerita di balik produksi kopinya.
Kopi Toraja dikenal rasanya yang bersih dan secara umum memiliki citarasa rempah-rempah atau kacang-kacangan, seperti kayu manis dan kapulaga. Namun demikian, meskipun sudah dikenal baik di luar negeri, kopi Toraja masih menghadapi beberapa tantangan dalam segi kualitas dan strategi pemasaran.
Berdasarkan data perdagangan, ekspor kopi Indonesia ke dunia terus mengalami peningkatan, akan tetapi ekspor kopi dari Tana Toraja justru mengalami penurunan dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2017.
Tana Toraja saat ini dikenal sebagai penghasil kopi perlu didorong agar tumbuh menjadi daerah industri kopi yang dapat memberikan nilai tambah bagi pelaku usaha dalam negeri.
“Untuk bisa mencapai tujuan tersebut, perlu adanya perubahan pola berpikir dari para pemangku kepentingan di hulu dan hilir dalam melihat kebutuhan pasar sehingga mampu menentukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan daya saing dan pemasarannya di pasar global,” jelas Arlinda.
Dalam lokakarya tersebut didapati hal-hal yang mempengaruhi rendahnya kualitas kopi Toraja antara lain kebun kopi petani bercampur dengan komoditas lain (kebun heterogen), petani cenderung enggan mengganti tanaman tua dengan tanaman yang baru dan penanganan pascapanen di tingkat petani yang masih bersifat tradisional.
Penyebab lainnya adalah minimnya jumlah perusahaan yang melakukan pemasaran kopi Toraja, baik di pasar dalam negeri, maupun luar negeri. Namun demikian, kopi Toraja sudah memiliki indikasi geografis yang diakui tidak hanya di Indonesia namun juga oleh negara lain.
Sementara gagasan yang mengemuka pada lokakarya tersebut yaitu dibentuknya asosiasi pelaku/pedagang kopi di Tana Toraja. Hal ini untuk meningkatkan fungsi pemasaran dan promosi, serta pembentukan pasar berjangka kopi demi menjaga kualitas kopi dan harga yang tetap bersaing di tingkat petani.
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor, Marolop Nainggolan menambahkan, untuk memberikan pemahaman mengenai uji kualitas kopi, seminar ini juga menghadirkan ahli untuk melakukan simulasi cupping test. Uji kualitas ini yang merupakan faktor kunci dalam menentukan harga dan pengambilan keputusan buyers sebelum membeli kopi.
Dengan simulasi dan pengetahuan selera pasar akan meningkatkan motivasi para petani dan pengolah kopi di Tana Toraja untuk menghasilkan biji kopi berkualitas dan melakukan pengolahan pascapanen sesuai standar yang diharapkan para buyer.
“Diharapkan simulasi ini dapat meningkatkan pengetahuan tentang produk baik dari sisi keunikan, citarasa, maupun aroma. Pembeli/konsumen penikmat kopi menghargai aspek-aspek tersebut dalam memilih kopi yang pada akhirnya tergambar pada harga jual,” papar Marolop.
Total ekspor kopi Indonesia ke dunia pada tahun 2017 tercatat sebesar 1,18 miliar dolar AS meningkat dibanding tahun 2016 yang tercatat sebesar 1,01 miliar dolar AS. Kontribusi kopi Toraja terhadap ekspor Indonesia pada tahun 2017 sebesar 3,66 juta dolar AS.
Sedangkan impor Indonesia dari dunia tercatat sebesar 33 juta dolar AS turun dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 48 juta dolar AS.
Editor: Risman Septian