Jakarta, PONTAS.ID – Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendesak pihak pemerintah, untuk segera menghentikan secara total proyek pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota (dalkot) di DKI Jakarta, demi masa depan Kota Jakarta, serta demi masa depan dan kesehatan anak-anak generasi penerus bangsa.
LSM yang mendesak penghentian proyek tol dalkot Jakarta tersebut antara lain yakni Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Koalisi Pejalan Kaki, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Rujak Center for Urban Studies, Thamrin School, Protes Publik, Partai Hijau Indonesia, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin yang mewakili menyatakan, bahwa menurut aplikasi Air IQ, hampir setiap hari Jakarta selalu dalam 3 besar kota dengan pencemaran udara tertinggi di dunia, dengan kategori unhealthy atau tidak sehat. Sementara tidak banyak upaya dari pihak pemerintah pusat dan daerah terkait hal ini.
“Kemacetan di Jakarta sudah pun juga sangat mendunia dan selalu di 3 terbesar. Itu bukan prestasi yang membanggakan, dan seharusnya langkah koreksi yang radikal sudah dilakukan. Namun ternyata pemerintah tidak melakukan hal berarti dan bahkan memperburuk keadaan,” kata Ahmad dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (13/7/2018).
Salah satu kebijakan pemerintah yang justru akan memperburuk keadaan, sebut Ahmad, yakni dengan terus melanjutkan proyek 6 ruas jalan tol dalam kota sepanjang 69,77 kilometer dan akan menghabiskan dana Rp41,17 triliun. Dia menyesalkan, padahal tahun 2015 Presiden Jokowi berkomitmen Paris Agreement.
“Untuk memotong emisi hingga 29 persen hingga 2030. Sementara Gubernur DKI, Anies Baswedan berkomitmen untuk memotong emisi hingga 30 persen di RPJMD 2018-2022. Baru-baru ini Wakil Gubernur DKI, Sandiaga Uno pun bertemu dengan Michael Bloomberg di New York, juga berkomitmen untuk mengurangi emisi dan pencemaran udara,” tegas dia.
Namun, Ahmad menyayangkan, praktek pada kebijakan dan kenyataan di lapangan sangat berlawanan dengan komitmen, ratifikasi dan peraturan yang dibuat pemerintah sendiri, setidaknya itu yang direpresentasikan lewat kelanjutan salah satu ruas 6 tol dalam kota Pulogadung-Sunter ke Semanan, Jakarta Barat.
“Telah banyak riset yang menunjukkan bahwa pembangunan jalan baru akan menimbulkan induced demand dan justru akan memperparah kemacetan. Artinya semakin banyak jalan raya dibangun demi pengurangan kemacetan, justru semakin banyak mobil yang akan memakai jalan itu dan membuat jalan itu sesak dan kondisi ini malah memaksa pembangunan lebih banyak jalan raya,” ujarnya.
Ahmad lantas menjelaskan, bahwa induced demand adalah kondisi dimana ketika terjadi peningkatan suplai maka akan diikuti oleh peningkatan konsumsi. Penambahan jalan baru pun juga akan menaikkan pencemaran udara, yang akan berdampak pada kondisi kesehatan masyarakat Jakarta.
“Data dari KPBB per 2016, kerugian warga karena sakit akibat pencemaran udara adalah Rp51,2 triliun. Sementara jumlah pengidap penyakit ISPA dalam setahun adalah 2,7 juta jiwa bertambah 12,5 persen dibandingkan 2010. Selain ISPA, pencemaran udara juga berdampak pada penyakit asma (1,4 juta), bronchitis (214 ribu), COPD (172 ribu), pneumonia (373 ribu) dan jantung koroner (1,4 juta),” ungkap dia.
Tidak hanya itu, Ahmad menambahkan bahwa proyek ini juga berpotensi menimbulkan kerugian sosial yang besar, terutama pada warga yang terdampak proyek. Dalam penelitian LBH Jakarta tentang penggusuran paksa di DKI Jakarta sejak 2015-2017 saja, terdapat total 21 penggusuran untuk pembangunan jalan, baik jalan tol, jalan inspeksi, atau jalan raya.
“Hanya 16 persen yang melalui musyawarah, sedangkan yang diputuskan secara sepihak sebanyak 84 persen. Jika berkaca pada pengalaman tersebut, proses pembebasan lahan seringkali mengabaikan dialog dan pencarian solusi yang layak atas ganti rugi serta hak atas perumahan warga pasca penggusuran. Akibatnya justru akan timbul masalah baru tentang kesejahteraan warga Jakarta di kemudian hari,” ucapnya.
Lebih lanjut Ahmad berpendapat, walaupun beberapa kali disebutkan bahwa 6 ruas tol dalkot akan memiliki fasilitas untuk transportasi umum, namun dia menganggap itu hanyalah hiasan belaka dan tak berarti. Sebagian besar 6 ruas jalan tol dalam kota akan berada pada ketinggian minimal 15 meter atau setara dengan gedung 4 lantai, yang sehingga jika adapun halte melayang maka akan sangat menyulitkan integrasi dan pengguna. Terlebih penambahan kemacetan pasca konstruksi 6 ruas jalan tol dalkot itu justru akan kontra-produktif terhadap transportasi umum.
“Atas alasan-alasan tersebut, kami mendesak pemerintah untuk menghentikan secara total pembangunan 6 ruas jalan tol dalam kota. Kami juga mendesak agar pemerintah memerintahkan BUMN dan BUMD yang saat ini tergabung dalam konsorsium PT Jakarta Tollroad Development untuk segera menghentikan pembangunan itu. Jangan sampai kita mewariskan kota hitam, berdebu dan macet kepada generasi mendatang,” tukas dia.
Editor: Risman Septian