DPR Dorong Mentan Tingkatkan Produksi Bawang Putih

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman menghadiri acara panen bawang putih .

Jakarta, PONTAS.ID – Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan memastikan 95% kebutuhan bawang putih di Indonesia berasal dari impor, sebagian besar dari China. Untuk kuota impor saat ini, dikabarkan tidak ada batasnya. Karena produksi bawang putih dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.

Melihat hal ini, Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan, meminta agar besaran impor bawang putih ditekan agar tidak melonjak lagi. Ia mendorong Kementerian Pertanian untuk meningkatkan produksi bawang putih secara nasional. Kementan diharapkan dapat mendorong petani untuk menanam bawang putih, misalnya dengan subsidi bibit, pelatihan, serta pendampingan kepada petani. (24/3/2018).

“Memang, menanam bawang putih ini menjadi tantangan di negara kita. Karena tidak semua lahan bisa ditanami bawang putih. Namun, kita tidak boleh terus mengandalkan impor. Kementerian Pertanian harus mendorong petani untuk menanam bawang putih. Dulu kita bisa swasembada bawang putih, masak sekarang harus impor semua,” tegas Taufik dalam keterangan tertulisnya yang dikutip PONTAS.id, Senin (23/3/2018).

Berdasarkan data Kementerian Pertanian pada tahun 1998, Indonesia sempat mengalami swasembada bawang putih karena mampu memenuhi kebutuhan bawang putih nasional dengan total luas lahan 28.000 hektar. Kala itu, Indonesia hanya mengimpor bawang putih di bawah 10% dari kebutuhan bawang putih nasional.

Namun kini, untuk komoditas tersebut hampir 95% dari total kebutuhan bawang putih nasional yang mencapai 400.000 ton, dipenuhi dari negara lain atau impor. Kenyaataan tersebut harus diterima karena lahan pertanian bawang putih nasional mengalami penyusutan drastis dari 28.000 hektar di tahun 1998 kini hanya tinggal 2.000 hektar yang tersisa, hal itu akibat beralihnya petani bawang putih ke komoditas lain lantaran harganya sudah tidak lagi menguntungkan.

Taufik juga melihat, kebijakan Kementan melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 16 Tahun 2016 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk mendorong produksi bawang putih dengan mewajibkan importir menanam 5% dari volume impor, jangan hanya menjadi aturan formalitas belaka. Selain aturan itu harus dilaksanakan oleh perusahaan importir, Kementan juga harus memastikan aturan itu dilaksanakan.

“Jika RIPH itu hanya aturan formalitas kepada importir, sementara impor terus berjalan dan wajib tanam 5% 9itu dilaksanakan, tentu sampai kapan pun kita tidak akan bisa menanam bawang putih untuk kebutuhan nasional. Pengawasan kepada pelaksanaan aturan itu harus dikawal. Perusahaan juga diharapkan menggandeng petani lokal, sehingga minat petani dapat tumbuh untuk menanam bawang putih,” harap politisi F-PAN itu.

Di sisi lain, terkait masalah bibit bawang putih yang sulit didapat, Taufik mendorong Kementan menggandeng perusahaan produksi benih untuk melakukan riset bibit yang paling cocok dengan iklim Indonesia, dan menghasilkan produk yang mampu bersaing dengan produk impor. Area lahan tanam bawang putih yang menyusut juga menjadi catatan Taufik. Ia berharap petani bawang putih tidak beralih ke sektor tanaman lain, karena kebutuhan bawang putih nasional sangat tinggi.

Baru-baru ini, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman panen perdana bawang putih di lereng Gunung Ijen, Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Banyuwangi. Diakui Amran, panen perdana ini suatu kebanggaan baru bagi Indonesia. Karena tidak semua lahan bisa ditanami bawang putih. Dirinya optimis, penanaman bawang putih di Banyuwangi bisa menekan angka impor bawang putih selama ini. Bahkan harus bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Pelu diketahui bahwa Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 83 Tahun 2013 tentang rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) sudah direvisi menjadi Permentan Nomor 16 Tahun 2017 sejak Selasa (12/5/2017).

Dalam beleid itu, diatur mengenai kewajiban importir bawang putih untuk menanam 5% bawang putih dari total impor selama tahun. Pada pasal 11 ayat 1, 2, dan 3 menyebut bahwa importir dapat melakukan penanaman sendiri maupun bermitra dengan kelompok tani.

Namun, kewajiban tersebut tidak berlaku bagi BUMN yang melakukan impor untuk stabilisasi pasokan dan harga yang tertuang pada pasal 11 ayat 4.

Editor: Idul HM

Previous articlePemerintah dan DPR Diminta Serius Lindungi TKI
Next articleProbosutedjo Wafat, Ketua MPR: Track Recordnya Banyak Amal Saleh

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here