
JAKARTA, PONTAS.ID – Fredrich Yunadi dilaporkan oleh Forum Advokat Anti Mafia Peradilan Indonesia/FAAMPI ke Mabes Polri terkait dugaan adanya Kantor Advokat Yunadi & Associates yang menjadikan Institusi Polri dan Anggota Polisi sebagai Rekan dalam Associates/Law Firmnya. Mengingat tindakan dimaksud adalah tindakan yang diduga sebagai mendagangkan pengaruh untuk memenangkan perkara dengan cara tidak terpuji dan dilakukan melalui website yang bisa diakses oleh publik.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menilai dunia Advokat Indonesia kembali dihujat dan dipermalukan akibat sikap dan perilaku Fredrich Yunadi sebagai Advokat yang menjadi Kuasa Hukum SN dalam perkara dugaan korupsi proyek e-KTP dan perkara-perkara terkait lainnya.
Fredrich Yunadi dianggap oleh sebagian orang sering semau gue dalam menyampaikan argumentasi hukum ketika hendak membela Kliennya, sehingga gelar akademis dan profesionalismenya sebagai Advokat mulai disangsikan bahkan ada yang sudah melaporkan untuk dilakukan penyelidikan. Menurut advokat senior ini, dalam sejumlah pernyataannya antara dalil dan argumentasinya sering tidak sejalan bukan saja tidak sejalan dengan ketentuan undang-undang yang mandasarinya, akan tetapi juga bertentangan dengan logika publik.
Sebagai contoh, pernyataan Fredrich Yunadi tentang keharusan adanya Izin Presiden terlebih dahulu untuk memeriksa Setya Novanto dengan alasan ketentuan UU MD3, padahal banyak ahli hukum hingga mantan Hakim Konstitusi sudah menjelaskan bahwa Izin Presiden itu tidak diperlukan karena tindak pidana korupsi termasuk dalam kategori tindak pidana khusus sebagaimana diatur di dalam pasal 245 ayat (3) UU MD3.
“Kritik dua ahli hukum ini patut kita apresiasi karena kepeduliannya bahkan kewajibannya oleh karena baik Prof. Dr. Mahfud MD, SH. MH maupun Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, SH, MH. kedua-duanya adalah Guru Besar bidang hukum sehingga masih memiliki tanggung jawab moral atas kualitas lulusan Fakuktas Hukum di tengah masyarakat, apalagi dengan gelar akademis berderet-deret seperti halnya yang dimiliki oleh Fredrich Yunadi mulai dari gelar Dr., SH, LLM, MBA, PhD dituntut bisa mempertanggungjawabkan gelar akademik yang dimilikinya itu,” kata Petrus, Jakarta, (22/11/17).
Oleh karena itu, sebelum lembaga-lembaga yang lain bertindak, Petrus meminta PERADI sebagai Organisasi Profesi Advokat yang bertanggung jawab langsung terhadap perilaku Advokat dalam menjalankan profesinya harus bertindak tanpa harus menunggu Pengaduan dari Masyarakat, PERADI harus membuka diri terhadap informasi dari masyarakat tentang perilaku Advokat, apa lagi dalam kaitan dengan sepak terjang Advokat yang terjadi di ruang publik sebagaimana yang dipertontonkan oleh Fredrich Yunadi, sudah menjadi konsumsi publik dan sorotan publik eksistensi Advokat ketika sedang membela Klien. “PERADI harus berani meminta pertanggungjawaban terhadap gelar Akademis Fredrich Yunadi, karena terdapat ketidaksesuaian antara Gelar Akademik yang dimiliki berderet-deret dengan kualitas Ilmu Hukum dan kemempuan teknis hukum yang dimiliki ketika bertindak,” tutupnya.
Penulis: Chairul Abshar