JAKARTA, PONTAS.ID – Gelombang aksi penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DKI Jakarta pembahasannya masih digodok oleh Pemprov bersama DPRD membuat sejumlah komunitas pedagang warteg selama ini menjadi tulang punggung ekonomi rakyat kecil menyatakan sikap tegas menolak aturan tersebut karena dinilai tidak adil, serta berpotensi mematikan usaha mereka.
Gina (40) salah satu pemilik warteg chacha di kawasan Pondok Bambu, Jakarta Timur mengatakan, aksi bagi-bagi makanan kepada masyarakat adalah bentuk protes keras komunitas warteg terhadap Raperda KTR dimana isinya melarang pedagang warteg berjualan rokok. Menurutnya, konsumen yang makan di warteg pastinya sehabis makan pastinya selalu merokok dan itu sudah menjadi kebiasaan.
“Ya, kami dari komunitas warteg ikut menolak, soalnya kan kebiasaan abis makan terus merokok kalau seperti itu malah mengurangi konsumen kita donk,” kata Gina disela-sela aksi bagi-bagi makanan, Rabu (3/12/2025).
Selain melarang berjualan rokok di usaha sendiri, Raperda KTR ini sammbung Gina juga ada mengatur penjualan rokok dengan radius 200 m yang dianggap sangat membuat dampak negatif terhadap pelaku usaha seperti warteg yang sampai saat ini menyediakan rokok.
“Terus ditambah adanya peraturan 200 m dilarang menjual rokok sama saja membuat kita sangat terhalang akan peraturan itu dan sekali lagi mengurangi konsumen dan berdampak kepada kami juga,” ujar Gina.
Ia pun berharap kepada para pejabat publik di Jakarta seperti Pemprov maupun DPRD agar bisa lebih bijak dan arif dalam membuat UU seperti soal Raperda KTR ini. Sebab, disitulah banyak jutaan orang mengantungkan hidup mereka dalam berdagang khususnya berdagang rokok.
Memang sejak adanya isu ini belum ada, tapi makanya kita sesama komunitas warteg melakukan aksi ini untuk menolak Raperda KTR itu
“Harapannya jangan sampai ini terjadi, lebih bijak lah Pemda membuat undang-undang,” tandasnya.
Menganggu Kebebasan
Sementara itu, Akmal (26) salah satu konsumen warteg mengaku menolak adanya Raperda KTR ini. Sebab, hal ini menurutnya menggangu kebebasan masyarakat dalam menikmati hidup apalagi sehabis makan pastinya harus merokok.
“Menurut saya gak bisa karena kalau abis makan ya ngerokok,” tegassnya.
Ia pun menegaskan jika sampai Raperda KTR diterapkan dan tidak boleh lagi menikmati rokok semisal di warteg sehabis makan maka dia akan membungkus makanan itu dan dibawa pulang.
“Ya kalau gak bisa makan ajalah dirumah,” seloroh driver ojol ini.
Ia pun berharap Pemprov dan DPRD dapat membuat kebijakan yang nyata saja.
“Harapan saya ya janglah buat UU seperti itu dah,” tandasnya.



























