Jakarta, PONTAS.ID – Anggota Komisi IX DPR Nurhadi menilai kebijakan mengenai Rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Industri Tembakau yang berkaitan dengan PP No. 28/2024 tidak menunjukan keberpihakan kepada petani dan pelaku usaha tembakau.
Nurhadi memaparkan tiga fokus kebijakan yang masih menjadi kontroversi. Ketiga hal tersebut ialah penerapan kemasan polos pada rokok, larangan penjualan rokok pada radius 200 meter dari pusat Pendidikan dan taman bermain, serta larangan pengiklanan produk rokok.
“Kita harus kaji lebih mendalam terkait tiga poin yang mau diterapkan ini. Jika skenario itu dijalankan maka dampak ekonomi yang akan hilang setara dengan Rp308 triliun atau 1,5% dari PDB yang ada, seperti yang disampaikan Tauhid Ahmad, ekonom senior INDEF,” terang Nurhadi, Jumat (1/11/2024).
Politikus NasDem yang sudah dua periode duduk Senayan itu juga menyampaikan apabila kebijakan itu tetap diterapkan maka bisa mempengaruhi capaian pertumbuhan ekonomi sebesar lebih dari lima persen seperti yang sudah ditargetkan pemerintah.
“Ini artinya, pemerintah beresiko kehilangan pendapatan pajak Rp160,6 triliun atau sekitar 7% dari total penerimaan pajak nasional,” tegas Nurhadi.
Dengan adanya potensi kerugian seperti yang diprediksi, Nurhadi mempertanyakan alasan Kemenkes dalam penerapan aturan tersebut. Selain itu, ia juga menyoroti potensi peredaran rokok ilegal, dampak dari penerapan aturan itu nantinya.
“Mengapa Kemenkes begitu memaksakan agar PMK ini jalan? Padahal ini akan menyuburkan peredaran rokok ilegal dengan mendorong kebijakan yang terkesan berlebihan,” tegas Nurhadi.
Dengan adanya dampak ekonomi yang akan ditimbulkan oleh kebijakan tersebut, Nurhadi mempertanyakan rencana pemberian kompensasi atau program alternatif bagi petani dan pedagang retail yang akan terdampak.
Nurhadi menambahkan, sangat disayangkan tidak melibatkan organisasi masyarakat yang juga memiliki keterkaitan dengan tembakau, seperti Serikat Petani Tembakau.
Menurut dia, Â mereka dapat memberikan perspektif lain dari rencana penerapan kebijakan tersebut.
“Izin Pak Menteri, jangan dianggap saya rewel dengan rencana kebijakan tembakau ini karena saya merokok, saya tidak merokok! Saya berempati kepada 1.300 industri rokok dengan 600 ribu karyawan, ratusan ribu petani tembakau, serta puluhan ribu retail toko-toko kecil yang menggantungkan hidup di industri ini yang akan terdampak,” terang Nurhadi.
Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur VI (Kabupaten Tulungagung, Kota Kediri, Kota Blitar, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Blitar) itu menyinggung respons Menteri Kesehatan sebelumnya terkait polemik itu.
Nurhadi tidak menampik adanya upaya untuk menciptakan masyarakat yang sehat. Namun ia meminta agar pemerintah tak menutup mata akan keberadaan industri dan orang-orang yang selama ini menggantungkan hidup dari produk rokok.
“Izin Pak Menteri seperti telah di respons beberapa waktu lalu di media bahwa kebijakan ini untuk menciptakan masyarakat yang sehat, tapi tidak menutup mata terkait keberadaan ribuan industri tembakau yang notabene ada ratusan ribu orang yang menggantungkan hidupnya di sini,” tandasnya.
Terakhir, Nurhadi menyampaikan bahwa Fraksi Partai NasDem telah melakukan diskusi mengenai rencana penerapan RPMK dengan mempertimbangkan dampaknya ke depan.
“Fraksi Partai NasDem menolak rencana penerapan PMK terkait kebijakan pengelolaan industri tembakau dan menghimbau Kemenkes untuk mencari solusi yang lebih bijak untuk permasalahan ini. Meski kebijakan ini bertujuan menciptakan lingkungan yang sehat, akan tetapi perlu diperhatikan dan dilakukan revisi terkait kebijakan yang akan diterapkan,” pungkas Nurhadi.