Jakarta, PONTAS.ID – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa Indonesia tidak hanya didirikan oleh para kaum laki-laki (founding fathers), tetapi juga ada banyak keterlibatan wanita (founding mothers), sehingga sangat penting untuk organisasi kewanitaan termasuk yang Islam di Indonesia untuk menghayati hal tersebut agar bisa melanjutkan peran dan berkontribusi mewujudkan cita-cita Indonesia Merdeka, dengan mengawal agar arah bangsa sesuai dengan Pancasila dan cita-cita para Bapak dan Ibu Pendiri Bangsa.
HNW sapaan akrabnya mengatakan bahwa selain para pahlawan wanita yang ikut berperang melawan Belanda jauh sebelum Indonesia Merdeka, sesungguhnya ada pula beberapa wanita pejuang yang menjadi anggota dan ikut rapat dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).
“Mereka adalah para Ibu Bangsa atau founding mothers karena terlibat dalam pembahasan ideologi negara dan cita-cita Indonesia merdeka, serta terlibat aktif dalam penyusunan UUD 1945 yang kemudian dijadikan sebagai konstitusi kita,” ujarnya, Sabtu 20 Mei 2023.
Beberapa wanita yang dimaksud adalah Maria Ulfah dan Roro Sukaptinah. HNW mengatakan bahwa kontribusi founding mothers ini tidak kalah dengan para founding fathers, terutama di antaranya terkait isu-isu hak asasi manusia yang disampaikan oleh Maria Ulfah, seorang perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar sarjana hukum (meester in de rechten) dari Universitas Leiden, Belanda.
Para wanita ini sangat aktif berkontribusi dan berorganisasi sejak muda. Bahkan, memiliki kedekatan dengan organisasi keIslaman. Maria Ulfah pernah mengajar di AMS Muhammadiyah dan RR Sukaptinah merupakan pengurus organisasi Aisiyah Muhammadiyah. “Jadi, dua tokoh inspiratif ini sangat cocok menjadi rujukan organisasi BMIWI,” tukasnya.
Ke depan, HNW berharap agar para wanita yang aktif di BMIWI juga dapat berperan meneruskan perjuangan para wanita lainnya dalam menciptakan Indonesia yang makmur dan sentausa berdasarkan Pancasila, sesuai cita-cita yang disepakati para Founding Fathers and Mothers. “Sehingga sangat penting untuk memahami Pancasila dengan baik benar, secara historis maupun substansinya. Karena belakangan ada saja oknum-oknum yang teriakannya: Saya Pancasila, tapi perilakunya justru tidak sesuai dengan Pancasila. Mereka menyelewengkan Pancasila,” tegas HNW.
“Mereka bilang, Saya Pancasila, tapi malah narasi dan kebijakannya nyinyir terhadap agama atau bahkan membela-bela LGBT atau laku ateistis. Padahal keduanya jelas tidak sesuai dengan Sila 1 dari Pancasila. Ada juga yang bilang Saya Pancasila, tapi memecah belah bangsa. Atau berlaku tidak adil dengan membiarkan terus terjadinya kesenjangan sosial dan ekonomi. Itu jelas bertentangan dengan sila ketiga dan ke 5, begitu seterusnya,” tuturnya.
Selain Pancasila, lanjut HNW, ada pula tiga pilar lainnya yang perlu dipahami, yakni NKRI, UUD NRI 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. “Sangat penting untuk memaksimalkan peran organisasi termasuk organisasinya para Perempuan Muslimah seperti BMIWI, agar bisa aktif menjaga dan melaksanakan Pancasila dan UUD NRI 1945, juga untuk meluruskan arah kiblat bangsa, apabila ada kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945. Ini sangat bisa dilakukan, misalnya melalui mekanisme judicial review baik di Mahkamah Konstitusi (MK) atau Mahkamah Agung (MA),” ungkapnya. Hadir dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI ini pimpinan dari BMIWI yaitu Dewan Penasihat dan Pendiri BMIWI Dra. Hj. Zubaidah Muchtar, Ketua Presidium BMIWI Dr. Hartini Salama, M.M., Sekretaris Jenderal BMIWI Dr. Yossy Nurul H., M.Si., bersama pimpinan dari 35 Ormas Perempuan Muslimah tingkat Nasional. “Mereka antusias dan mengaku mendapatkan pencerahan-pencerahan yang akan ditindaklanjuti. Acara yang diakhiri dengan dialog dan tanya jawab itu pun berakhir dengan yang terbaik, Alhamdulilah,” tutup HNW.
Penulis: Herdi
Editor: Pahala Simanjuntak