Legislator Ungkap Tingginya Akses Pelaku Usaha Ultra Mikro Kepada Rentenir

Anis Byarwati
Anis Byarwati

Jakarta, PONTAS.ID – Keprihatinan akan tingginya pelaku usaha ultra mikro yang masih mengandalkan rentenir untuk memperoleh pinjaman modal mendapatkan tanggapan dari Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati.

Legislator PKS ini mengungkapkan hasil survey yang dilakukan oleh BRI kepada 30 juta pelaku usaha ultra mikro.

“Data yang dipublis dari survey ini sangat memprihatinkan,” katanya kepada wartawan, Jumat (5/2/2021).

Sebanyak 5 juta pelaku usaha ultra mikro masih mengandalkan rentenir untuk memperoleh pinjaman modal. Sementara, 15 juta pelaku usaha ultra mikro mendapatkan pendanaan dari sektor formal, yaitu dari Bank 3 juta pelaku usaha , dari Pegadaian 3 juta pelaku usaha, dari Group Lending 6 juta pelaku usaha, dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 1,5 juta pelaku usaha, dan dari Fintech 1,5 juta pelaku usaha.

Adapun 18 juta (pelaku usaha ultra mikro) tidak terlayani oleh sektor formal maupun nonformal.

“Data ini menjadi tantangan bagi bank Mandiri dan Bank BNI untuk dapat memberikan pinjaman kepada pelaku UMKM yang lebih murah dan lebih cepat, sehingga 5 juta (pelaku usaha ultra mikro) yg pinjam ke rentenir itu bisa pindah ke bank,” pesan Anis.

Anggota Baleg DPR ini juga memberi catatan kepada Direksi Bank Mandiri terkait dengan rasio kinerja Bank Mandiri. Ia menyoroti Lonjakan NPL tahun 2020 menjadi 3,29%; dan Efisiensi menurun (BOPO) yang meningkat menjadi 80,03%. Bank Mandiri sendiri mencatatkan laba bersih Rp17,119 triliun pada 2020 turun dari tahun sebelumnya sebesar Rp27,482 triliun di 2019.

“Bank Mandiri harus memiliki strategi khusus untuk menjaga laba di tengah-tengah kondisi ekonomi yang masih terpengaruh oleh pandemi covid-19,” tegas Anis.

Adapun catatan Anis untuk Direksi Bank BNI, diantaranya mengenai peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang disertai dengan peningkatan kredit yang terjadi pada tahun 2020. BNI mencatat, DPK mengalami peningkatan dari Rp614 triliun pada 2019 menjadi Rp679 trillun pada 2020.

“Hal ini dapat menunjukan kinerja yang positif oleh BNI selama pandemi,” tutur Anis.

Namun Total Kredit yang mengalami peningkatan 5,3 persen dari Rp557 triliun menjadi Rp 586 triliun di tahun 2020 selama pandemi, mesti diwaspadai tingkat kesehatannya.

“Peningkatan total kredit ini harus tetap diwaspadai. Walaupun di sisi lain ketika terjadi krisis bank menahan penyaluran kredit, dapat memperburuk perbaikan ekonomi (kontra siklikal), namun jangan sampai terjadi kredit macet dalam proses selanjutnya,” tutup Anis.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Stevany

Previous articleBNI Proyeksi Pertumbuhan Kredit Enam Persen di 2021
Next articlePHM dan Apexindo Teken Kontrak Rig Senilai US$ 68 Juta

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here