Jakarta, PONTAS.ID – Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal EBTKE menyampaikan penjelasan kejadian terkait paparan gas H2S di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara, kepada Komisi VII DPR RI, Rabu (3/1/2021) kemarin.
Terkait kejadian ini, DPR RI ingin mendengarkan penjelasan detail pada penanganan korban dan juga hasil investigasi sementara yang sudah dikumpulkan oleh Ditjen EBTKE dan juga PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) perihal kejadian tersebut.
“Kami ingin dijelaskan bagaimana pelaksanaan SOP dari sisi kesehatan dan keselamatan kerja (K3), maupun dari kemungkinan terjadinya human error. Hal ini penting sebagai bahan evaluasi kita bersama agar dapat menghindari musibah ini di kemudian hari”, kata Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, membuka Rapat Dengar Pendapat di Kompleks Senayan.
Direktur Jenderal EBTKE, Dadan Kusdiana, mengungkapkan rasa keprihatinannya terhadap kejadian ini dan menyampaikan bela sungkawa yang mendalam kepada masyarakat yang menjadi korban.
“Saya sudah mengirimkan surat secara resmi ke Pak Bupati pernyataan bela sungkawa dari Kementerian ESDM terkait kejadian pada tanggal 25 Januari 2021, yang berdampak pada masyarakat Desa Sibanggor Julu Kecamatan Puncak Sorik Marapi Kabupaten Mandailing Natal,” ungkap Dadan, dikutip dari laman esdm.go.id, Kamis (4/2/2021).
Secara bertahap, Dadan mejelaskan regulasi dan standar terkait aspek K3 serta kegiatan pembinaan serta pengawasan pada pengusahaan panas bumi. Telah ada Undang-Undang (UU) Nomor 21 tahun 2014 tentang Panas Bumi dan UU Nomor 1 tahun 1970 terkait keselamatan kerja.
Dari sisi kompetensi, sudah ada Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sudah diterbitkan di bidang panas bumi, antaralain ahli geologi, ahli geofisika, ahli geokimia, pengawas operasional, operator dan pengawas uji air fluida sumur panas bumi serta operator steam field fasilitas panas bumi.
Dari statistik rekap kecelakaan panas bumi lima tahun terakhir, secara rata-rata di angka 15 korban, dan terakhir di 2012 korban jiwa 1 orang. Yang menjadi catatan bahwa paparan gas H2S hanya terjadi 1 kali di tahun 2016 pada saat buka sumur ijen 01 di lapangan menko itjen korban luka ringan dan tidak memerlukan rawat inap.
“Apabila dilihat dari kelompok lokasi dari 2015 sampai sekarang dimana tingkat frekuensi kecelakaan tertinggi memang di sekitar sumur di wellpadnya”, ujar Dadan.
Adapun kronologi kejadian diduga paparan gas H2S di Wellpad T PLTP Sorik Marapi Unit II, yaitu sebagai berikut:
- Senin 25 Januari 2021 pukul 11.30 WIB dilakukan persiapan pembukaan sumur SMP-T02 untuk komisioning PLTP Unit II (15 MW).
- Sekitar pukul 12.00 WIB, tim Welltest mulai membuka sumur SMP T-02 dan muncul kepulan fluida berwarna gelap dari ujung silencer serta bergerak secara horizontal ke area sawah dan lading selama 3 menit.
- Kemudain muncul uap panas bumi berwarna putih yang mengalir secara vertikal. Sekitar 10 menit kemudian, salah seorang warga menerobos masuk ke area wellpad dan meminta sumur ditutup karena beberapa pingsan di area sawah.
- SMGP segera menghentikan kegiatan well discharge dan melakukan evakuasi warga yang terdampak. Kejadian tersebut mengakibatkan korban dari warga sebanyak 5 orang meninggal dan 46 orang menjalani perawatan di RS, 3 orang rawat jalan, dan 1 orang penanganan medis.
Hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh Kementerian ESDM melalui para inspektur panas bumi, ditemukan penyebab kejadian ini adalah adanya perencanaan kegiatan yang tidak matang, pelanggaran terhadap prosedur yang telah ditetapkan, peralatan dan instalasi penunjang yang belum siap/lengkap, lemahnya koordinasi antar tim pelaksana kegiatan, pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat yang tidak memadai, serta kompetensi personil pelaksana kegiatan yang tidak memadai.
“Hasil investigasi menunjukkan telah terjadi mal operasional oleh PT SMGP di lapangan panas bumi Sorik Marapi dan PT SMGP sebagai pemegang Izin Panas Bumi bertanggung jawab terhadap kejadian berbahaya dan kecelakaan panas bumi yang telah terjadi”, pungkas Dadan.
Berdasarkan SNI 8868:2020 “Pelaporan dan Investigasi Kejadian Berbahaya dan Kecelakaan Panas Bumi”, maka kejadian tersebut dikategorikan sebagai kejadian berbahaya kategori berat dan kecelakaan panas bumi kategori cedera.
Terkait kejadian ini, Direktorat Jenderal EBTKE telah melakukan upaya penanganan pascakejadian dengan menerbitkan surat penghentian sementara seluruh kegiatan/aktivitas SMGP di lapangan panas bumi Sorik Marapi melalui surat Direktur Panas Bumi Nomor T150/EK.04/DEP.T/2021 tanggal 25 Januari 2021 hal Penghentian Sementara.
Juga telah dibentuk tim investigasi dan diberangkatkan ke lokasi kejadian pada tanggal 26 Januari 2021. Saat ini dalam proses penyusunan laporan hasil investigasi. Telah dilakukan koordinasi kepada Bupati Mandailing Natal, Kapolres Mandailing Natal, dan Tim Polda Sumatera Utara, dan secara rutin memonitoring dan berkoordinasi terkait perkembangan penanganan dan pemulihan korban.
Untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama, Dadan menyampaikan bahwa Kementerian ESDM akan melakukan koordinasi dengan Pemda untuk penanganan dan pemulihan dampak kejadian, melakukan audit penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap seluruh kegiatan PT SMGP di lapangan panas bumi Sorik Marapi.
Juga memastikan PT SMGP melaksanakan seluruh rekomendasi hasil investigasi dan mempercepat penetapan rancangan Peraturan Menteri ESDM terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Perlindungan Lingkungan Panas Bumi.
Penulis: Riana
Editor: Rahmat Mauliady