Jokowi Putuskan Larangan Mudik, PKS: Sudah Terlambat

Jakarta, PONTAS.ID – Presiden Jokowi resmi melarang mudik tahun ini, setelah sebelumnya larangan mudik berlaku hanya untuk PNS, TNI-Polri dan karyawan BUMN.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR menyatakan heran kenapa baru sekarang larangan mudik diputuskan. Menurutnya, sudah agak terlambat, tapi lebih baik daripada sangat terlambat, karena berdasar data dari Kementerian Perhubungan sudah ada sekitar 900 ribuan warga Jabodetabek terlanjur mudik duluan.

“Ini bukan angka yang kecil. Artinya, potensi penyebaran virus ke daerah-daerah sudah terjadi dengan curi start mudik ini,” kata Sukamta dalam keterangan pers, Rabu (22/4/2020).

Sukamta tahu, ini bukan ranah kebijakan kepala daerah. Mereka hanya bisa mengeluh dan mengantisipasi. Keputusan ada di Pemerintah pusat.

“Tolonglah pemerintah lebih tegas dan komprehensif dalam mengambil keputusan yang berakibat pada nyawa warga negara. Semoga tidak ada ralat lagi dari jubir Presiden atau Mensesneg. Jangan sampai kita mendengar keputusan yang mencla-mencle, yang diralat bolak-balik,” ujar Anggota Komisi I DPR ini.

Sukamta menjelaskan, harusnya sejak awal pemerintah sudah memiliki kesigapan dan membuat grand design penanggulangan pandemi Covid-19.

“Kita sudah tahu pola penyebaran Covid 19, baik transmisi import maupun lokal. Pemerintah juga sudah mendapatkan masukan dari berbagai sumber, salah satunya dari lembaga intelijen negara, BIN, yang memprediksikan puncak penyebaran diawali Mei dengan jumlah kasus 95 ribu positif Covid-19 sampai Juli yang mencapai kasus positif sebanyak 106 ribu,” terangnya.

Semua prediksi sudah dibuat dan juga sudah mengalami gelombang penyebaran pertama ketika terjadi arus mudik bulan lalu. Di Jawa dan beberapa daerah lainnya dikenal tradisi ziarah bulan sya’ban atau ruwah yaitu sebelum bulan Ramadan di Jawa disebut nyadran.

“Kemarin sudah terbukti penularan orang mudik, tanpa sadar membawa virus atau OTG (orang tanpa gejala), membuat acara kumpul-kumpul di kampung halaman dan terjadi penularan. Kasus itu terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Seharusnya pemerintah sejak awal lebih tanggap dengan prediksi-prediksi ini,” paparnya.

Apalagi, Sukamta mengutip data Kementerian Perhubungan, masih ada potensi ancaman dari 1.3 juta warga yang akan mudik. Mereka berpotensi menyebar ke beberapa daerah: Jawa Barat 13%, Jawa Tengah-DIY 41%, Jawa Timur 20%, Sumatera Selatan dan Lampung 8%. Jumlah 1.3 juta ini bisa menjadi ancaman munculnya daerah episentrum baru penyebaran Covid-19, apalagi masih banyak berpotensi akan mudik ke daerah-daerah yang sudah didatangi oleh 900 ribu orang yang curi start mudik tadi.

Sukmata kembali menjelaskan, orang dari Jakarta datang ke kampung halaman bisa menjadi media penular atau tertular, itu akan memuncak jumlahnya, kemudian ditambah arus balik yang kemungkinan berpotensi menjadi kasus penularan baru. Jangan lupa juga, kedatangan mahasiswa ke kota-kota besar dengan jumlah kampus banyak seperti DIY, Bandung, Surabaya, Malang, Medan dan Jakarta untuk masuk kuliah tahun ajaran baru sebelum pandemi ini selesai, juga berpotensi menjadi gelombang penyebaran berikutnya.

“Karena pertimbangan-pertimbangan di atas, potensi penyebaran dan penularan dari 1.3 juta calon pemudik tadi harus segera dicegah. Saya berharap Pemerintah pusat punya ketegasan, decisive terhadap larangan mudik ini, sampai pandemi selesai. Masalah ikutan bagi yang tidak bisa pulang kampung, atau bagi kalangan dunia usaha moda transportasi umum yang terdampak kebijakan, tolong dikoordinasikan antara pemerintah pusat dengan daerah. Tentu larangan ini perlu diikuti dengan kebijakan pengaturan lalu lintas kendaraan umum. Selama semua mode kendaraan umum masih jalan, maka larangan mudik tidak akan berlaku efektif,” tandasnya.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Hendrik JS

Previous articleEmpati Terhadap Covid-19, Demokrat Tolak Bahas RUU Omnibus Law
Next articleBaleg Soroti Penegakan Hukum dalam RUU Cipta Kerja

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here