Jakarta, PONTAS.ID – Komite IV DPD RI mencermati perkembangan adanya krisis terkait pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang sedang dihadapi oleh Indonesia dalam pencegahan, penanganan dan antisipasi dampak pandemi Covid-19.
Komite IV DPD RI juga mencermati langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah atas upaya penanggulangan dampak ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi tersebut.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Atas keputusan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, Ketua Komite IV DPD RI Elviana bersama Wakil Ketua Komite IV Sukiryanto, Cashyta A. Kathmandu, dan Novita Anakotta menyampaikan pokok-pokok pandangan, sebagai berikut:
1. Atas terbitnya Perpu tersebut, Komite IV DPD RI meminta kepada Pemerintah untuk melaksanakan Perpu yang dipergunakan untuk penanganan keadaan darurat pandemi Covid-19. Jika masa darurat telah selesai, DPD RI meminta agar Perpu tidak disahkan oleh DPR dan Pemerintah mencabutnya.
2. Menteri Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia dan para pemangku kebijakan terkait agar menggunakan kewenangan yang diberikan oleh Perpu No. 1 Tahun 2020 secara baik dan bertanggung jawab, serta pengelolaan yang transparan dan akuntabel.
3. Meminta kepada Pemerintah agar alokasi anggaran penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp 405,1 triliun berasal dari pembiayaan dalam negeri dengan tidak mengambil opsi pinjaman luar negeri atau pendanaan yang berasal dari lembaga donor.
4. Meminta kepada Pemerintah untuk mempertimbangkan penundaan rencana pemindahan Ibu Kota Negara, agar dana untuk rencana pemindahan Ibu Kota Negara dapat digunakan untuk menangani dampak Pandemi Covid-19.
5. Kebijakan Pemerintah melalui Surat Keputusan Kementerian Keuangan Nomor: S-247/MK.07/2020 tentang Penghentian Proses Pengadaan Barang dan Jasa yang didanai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tahun Anggaran 2020, merupakan keputusan yang tepat dan harus segera dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Namun demikian, bagi Pemerintah Daerah yang telah melaksanakan kontrak pengadaan barang dan jasa serta sudah ada volume kerja agar tetap dibayarkan/dicairkan anggarannya.
6. Terkait belanja untuk jaring pengaman sosial (social safety net), Komite IV DPD RI meminta agar Pemerintah Pusat memberikan kewenangan swakelola kepada Pemerintah Kabupaten, Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Karena itu sebaiknya dalam bentuk Dana Hibah ke daerah, dan lebih diutamakan pada daerah yang terdampak pandemi Covid-19.
7. Terkait stimulus kredit, Komite IV DPD RI meminta agar pemerintah lebih fokus pada Koperasi dan UMKM dengan model Kredit Usaha Rakyat (KUR). Adapun terkait rencana Pemerintah yang akan memberikan bantuan sosial hingga Rp 5 juta kepada para pekerja formal, informal, maupun pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai akibat dampak pandemi Covid-19 agar benar-benar direalisasikan.
8. Meminta Kementerian BUMN agar mengarahkan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) kepada UMKM binaan untuk membantu pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19 di daerah, misalnya mendorong percepatan produksi Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis.
9. Meminta pemerintah agar relaksasi Pajak Penghasilan baik pekerja industri manufaktur (penghapusan PPh 21 selama enam bulan) ataupun pajak badan untuk industri manufaktur (pembebasan PPh Impor 22 dan diskon PPh 25 sebesar 30%) dapat diperluas. Pasalnya, perlambatan ekonomi saat ini tidak hanya dirasakan oleh sektor industri manufaktur, tetapi juga sektor-sektor lainnya, khususnya yang terkena dampak paling parah, seperti sektor transportasi dan pariwisata.
10. Komite IV DPD RI mengapresiasi Pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) yang telah mengeluarkan Surat Edaran No.8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa (PKTD), sehingga dana desa dapat digunakan untuk pencegahan dan mengantisipasi dampak pandemi Covid-19.
11. Komite IV DPD RI akan melakukan pengawasan atas implementasi regulasi dan langkah-langkah kebijakan Pemerintah dalam mengatasi dampak ekonomi yang diakibatkan pandemi Covid-19 di daerah.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Idul HM
_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+_+
Hadiri Pernikahan Anggota Polri, DPR: Propam Harus Periksa Wakapolri
Jakarta – Kompolnas menyoroti kehadiran Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono ikut menghadiri pernikahan Kompol Fahrul Sudiana dengan selebgram Rica Andriani di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).
Menurut Kompolnas, secara hukum dan perundang-undangan memang tidak ada yang dilanggar oleh kehadiran Wakapolri. Namun dari perspektif kode etik dan disiplin anggota Polri menyelenggarakan sampai undangan yang hadir termasuk Wakapolri ikut di hadir sudah melanggar perintah lisan Kapolri yang dituangkan dalam tulisan dan bersifat perintah bagi seluruh jajarannya serta harus diperiksa oleh pihak Propam untuk diminta keterangannya.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR, mengaku setuju jika seluruh undangan dari anggota Polri yang hadir termasuk Wakapolri diperiksa oleh Propam.
Meskipun sampai saat ini belum ada informasi apakah Wakapolri akan ikut diperiksa atau tidak atas kejadian itu, maka tentunya ada tata caranya dalam hal melakukan pemeriksaan. Apakah cukup dengan hanya melayangkan teguran ataukah Wakapolri harus memberikan pernyataan maaf bahwa memang ada kesalahannya untuk datang di resepsi itu.
“Nah, kalau sampai sekarang ada laporan jika Wakapolri ikut datang ke acara tersebut maka seharusnya secara moral Wakapolri harus mendeclear ataupun Wakapolri harusnya tetap juga diperiksa oleh Propam Polri,” ujar Wihadi saat dihubungi, Jumat (3/4/2020).
“Saya pikir institusi meminta maaf terhadap kejadian ini pasti banyak anggota Polri yang datang, tidak hanya Wakapolri tapi secara keseluruhan harus meminta maaf kepada masyarakat itu lebih baik,” kata Wihadi.
Kompolnas menyoroti kehadiran Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono yang menghadiri pernikahan Kompol Fahrul Sudiana dengan selebgram Rica Andriani. Pesta pernikahan itu berbuntut panjang karena digelar di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).
Saat virus Corona mewabah di Indonesia, pemerintah mengimbau agar masyarakat melakukan physical distancing atau menjaga jarak. Begitu juga dengan Kapolri Jenderal Idham Azis yang mengeluarkan Maklumat Kapolri agar dipatuhi oleh seluruh masyarakat, termasuk anggota Polri.
Komisioner Kompolnas, Andrea Poeloengan, awalnya berbicara dari perspektif hukum, pada saat itu Maklumat Kapolri belum dapat menjadi rujukan hukum dan hanya sebagai imbauan. Menurutnya, dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, maklumat bukan termasuk peraturan perundang-undangan.
“Jadi dari sudut peraturan perundangan-undangan tidak ada aturan hukum yang dilanggar,” kata Andrea saat dihubungi, Kamis (2/4/2020).
Namun, kata dia, dari perspektif kode etik dan disiplin Polri, Maklumat Kapolri merupakan perintah lisan Kapolri yang dituangkan dalam tulisan dan bersifat perintah bagi seluruh jajaran Polri. Maka Kapolsek tersebut termasuk melanggar perintah pimpinan Polri.
“Maka, tidak hanya Kapolsek saja seharusnya yang dikenai sanksi kode etik atau disiplin, tetapi seluruh anggota/pejabat Polri yang hadir tanpa kecuali wajib diperiksa Propam dan segera disidangkan tidak dalam waktu yang lama,” katanya.
“Termasuk Kanit Intel, Kapolsek dan Kasat Intel yang wilayah lokasi tempat pesta harus diperiksa, karena mengapa tidak mencegah sebelumnya dengan membatalkan izin keramaian serta membubarkan pesta tersebut,” lanjutnya.
Lalu dalam foto yang beredar, Komjen Gatot selaku Wakapolri menghadiri pesta pernikahan itu. Maklumat Kapolri saat itu pun sudah berlaku bagi seluruh masyarakat termasuk anggota Polri.
“Kalau Wakapolri hadir, berarti iya lah, termasuk insubordinasi dari perintah dalam Maklumat Kapolri, dan merupakan dugaan pelanggaran yang wajib diperiksa oleh Propam,” katanya.
Dia mengatakan perintah dalam Maklumat Kapolri ini bukan perintah sembarangan karena merupakan perpanjangan perintah Presiden untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Menurutnya, perintah tersebut adalah perintah dan kebijakan pimpinan tertinggi dari Kapolri dan Polri sebagai lembaga.
“Makan jika bicara etis dan kepatutan siapapun sepanjang mereka anggota/pejabat Polri dalam konteks kode etik dan disiplin Polri, wajib tunduk mutlak tanpa kecuali terhadap maklumat tersebut. Jika terbukti melanggar, bagi saya jika di hukum demosi atau pemberhentian dengan tidak hormat, adalah hal yang wajar,” pungkasnya.
Penulis: Luki Herdian
Editor: Stevany