Jakarta, PONTAS.ID – PT Pertamina (Persero) dan ENI (perusahaan asal Italia) sepakat membatalkan kerja sama untuk mengembangkan kilang hijau atau green refinery di Kilang Plaju, Sumatera Selatan. Padahal, kerja sama ini bertujuan memproduksi biodiesel 100 persen atau B100.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mengungkapkan, dibatalkannya kerja sama dengan ENI karena adanya diskriminasi sawit oleh Uni Eropa.
Diketahui, Green Refinery rencananya beroperasi pada 2024 tersebut didesain dengan kapasitas produksi mencapai 1 juta Kiloliter (KL) per tahun. Dengan kapasitas pengolahan CPO mencapai 20 ribu barel per hari.
“Awalnya kerja sama dengan ENI untuk mitigasi teknis. Tapi ada penolakan CPO di Eropa karena harus terapkan sertifikasi internasional ENI jadi maju mundur karena ada keharusan terapkan sertifikat yang diterapkan internasional yang sebagian besar produsen CPO kita belum penuhi itu,” kata Nicke, di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (29/1/2020).
Lebih lanjut, Nicke mengaku heran terhadap penolakan CPO dalam kerja sama ini. Sebab, sawitnya ditanam di Indonesia, jadi jika ada unsur lingkungan yang terganggu pun tak akan merugikan Eropa.
“ENI dapat teguran dari pemerintahnya (Italia), walaupun investasi di indonesia tapi tetap dilawan juga. Padahal logikanya kebun di indonesia jadi aspek lingkungan kita yang kena, diproses dan digunakan di indonesia, tapi ENI tetapkan itu jadi putus dengan ENI,” kata Nicke.
Nicke melanjutkan, imbas batal kerjasama dengan ENI, Pertamina pun menggandeng Universal Oil Products (UOP), yakni perusahaan asal Amerika Serikat yang telah memiliki sertifikasi teknologi untuk produksi green diesel berbahan baku CPO.
“Kami bangun sendiri dan kerja sama langsung dengan UOP,” tandas Nicke.
Penulis: Ririe
Editor: Riana