APBN 2020 Tak Tercermin Bakal Tingkatkan Kualitas SDM

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad

Jakarta, PONTAS.ID – Periode Kabinet pemerintahan pada 2019-2024 mendatang akan fokus untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Akan tetapi, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad mengatakan dalam anggaran belanja pemerintah pada APBN 2020 tidak mencerminkan hal tersebut.

Pada APBN 2020 Kementerian Pertahanan masih menjadi kementerian/lembaga dengan anggaran belanja terbesar, yaitu sebesar Rp 127,4 triliun. Angka tersebut meningkat signifikan jika dibandingkan dengan outlook 2019 yang sebesar Rp 109,6 triliun dan realisasi 2018 yang sebesar Rp 106,7 triliun.

“Seharusnya ada perubahan prioritas policy yang terimplikasikan ke belanja, tapi sekarang tidak tercermin. kalau ada perbaikan infrastruktur, SDM, dan sebaginya, dari pola distribusi alokasi belanja terlihat, namun ini tidak ada perubahan mendasar,” ujar Tauhid di Jakarta, Senin (19/8/2019).

Sekedar informasi, Kementerian PUPR juga mencatatkan peningkatan signifikan jadi Rp 120,2 triliun, naik dari outlook 2019 yang 111,8 triliun dan realisasi tahun 2018 sebesar Rp 102,5 triliun.

Adapun Polri mencatatkan anggaran belanja sebesar Rp 90, triliun.

Kementerian Agama juga mengalami peningkatan anggaran yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi sebesar Rp 65,1 triliun dari outlook 2019 yang sebesar Rp 60,2 triliun.

Adapun Kementerian Sosial mencatatkan pertumbuhan anggaran belanja dari Rp 57,2 triliun pada outlook 2019 menjadi Rp 62,8 triliun di 2020.

Untuk Kementerian Kesehatan, nilai belanja yang dianggarkan sebesar Rp 57,4 triliun, dari sebelumnya Rp 57,8 triliun pada pagu anggaran 2019.

Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan dalam RAPBN 2020 adalah posturnya yang secara umum belum mencerminkan mitigasi risiko resesi. Pasalnya, selain perekonomian global yang tengah melandai, beberapa negara lain di dunia pun telah menghadapi adanya risiko resesi.

Pada RAPBN 2020, pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen. Angka tersebut tidak jauh berubah jika dibandingkan dengan target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang sebesar 5,2 persen.

“Tahun depan 5,3 persen juga berat. Sebenarnya ada yang bisa dilakukan, kalau mau, dipetakan mitra dagang utama kita, situasi ekonominya seperti apa? Secara keseluruhan turun. Kalau turun pertumbuhannya gimana? Ujung-ujungnya yang diandalkan ekonomi domestik,” ujar dia.

Sulit Tercapai

Sementara itu, terkait dengan tingkatan target inflasi hingga akhir tahun di kisaran 3,1 persen. Angka tersebut sama dengan realisasi inflasi tahun 2018 lalu yang sebesar 3,13 persen.

Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Eko Listiyanto mengatakan, target inflasi tersebut bakal sulit dicapai.

Sebab, meski secara keseluruhan hingga akhir Juli 2019 realisasi inflasi sebesar 3,32 persen, namun kenaikan barang bergejolak mencapai 4,9 persen, terutama bahan pangan 4,85 persen.

“Target inflasi di 3,1 persen susah dicapai. Sebetulnya sekarang masih 3,32 pesen dan inflasi semakin bersumber dari hal-hal yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Inflasi barang bergejolak hampir 5 persen walau inflasi umum 2,3 persen. Hampir dua kali lipan,” ujar Eko di Jakarta, Senin (19/8/2019).

Eko menilai, tingginya kenaikan harga barang-barang bergejolak merupakan salah satu bukti pemerintah telah gagak mengendalikan harga bahan pangan. Meski inflasi bisa terjaga pada level rendah. Adapun untuk asumsi nilai tukar yang berada di kisaran Rp 14.400 per dollar AS pada RAPBN 2020, Eko pun menilai target tersebut juga bakal sulit dicapai.

Di dalam asumsi RAPBN 2020, nilai tukar rupiah diperkirakan bakal berada di kisaran Rp 14.400 per dollar AS.

Sebab, meskipun saat ini rata-rata nilai tukar rupiah berada di ksiaran Rp 14.250 per dollar AS, dari ketahanan fundamental Indonesia dinilai masih cukup rentan dan berpotensi membuat nilai tukar rupiah akan lebih bergejolak pada 2020 mendatang.

“Problemnya kita termasuk dalam 15 negara terbesar yang mengalami defisit current account. 15 Besar negara dengan current account adalah Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan kita nomor lima,” jelas Eko.

Data terakhir, defisit neraca berjalan Indonesia pada kuartal II-2019 tercatat sebesar 8,4 miliar dollar AS atau sebesar 3,04 persen dari PDB. Jika pemerintah tak segera melakukan langkah-langkah untuk menekan angka CAD tersebut, nilai tukar rupiah bakal lebih mudah terombang-ambing pada 2020 mendatang.

“Dilihat dari sisi global ketidakpastian meningkat sebetulnya di 2020, rupiah akan lebih mudah terombang-ambing kalau nggak ada upaya serius tekan CAD di bawah 3 persen,” ujar dia.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Hendrik JS

Previous articleBegini Strategi Pemerintah Tertibkan Operasi Tambang Ilegal
Next articleDevisa Pariwisata RI Tembus USD 19 Miliar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here