Jadi Bank Digital, Bank Royal Diakuisisi BCA

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaadmaja

Jakarta, PONTAS.ID – PT Bank Central Asia Tbk merealisasikan akuisisi bank kecil pada tahun ini. Perusahaan telah mengakuisisi PT Bank Royal Indonesia dengan nilai invetasi mencapai Rp 1 triliun.

Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaadmaja mengatakan proses akuisisi ini akan mengubah Bank Royal menjadi anak usaha pada bidang digital banking. Nantinya Bank Royal akan menyalurkan kredit usaha kecil menengah (UKM).

“Fokus bisnis digital bank, karena memang kelihatannya kita mau pelajari tapi tidak mau ambil customer yang tidak jelas. Kita mau lebih related kepada supplay chain, UKM,” ujarnya usai Paparan Kinerja Bank BCA di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (24/7/2019).

Jahja menyebut nantinya nasabah Bank Royal berasal dari database milik Bank BCA. Namun, perusahaan tidak akan memberikan kredit kepada nasabah yang belum dikenal meski BCA menjadi pihak yang mencari nasabah, sehingga tidak menganggu kerahasian BCA.

“Kita tidak mau open si customer yang tidak jelas. Database dari nasabah kita sendiri (BCA), kita lihat mana yang bagus. Kita tawarkan mau tidak kredit seperti itu,” ungkapnya.

Menurutnya rencana pengubahan Bank Royal menjadi digital banking akan berbeda dengan digital banking yang dimiliki perusahaan sekarang ini. Padahal sebelumnya BCA tidak akan menjadikan Bank Royal menjadi anak usaha yang bergerak digital banking lantaran BCA telah memiliki digital banking.

Jahya pun menjelaskan jika digital banking BCA lebih pada sistem pembayaran untuk efisiensi processing. Sementara digital banking Bank Royal akan berfokus pada segmen kredit digital

“Digital BCA lebih kepada payment system-nya untuk efisiensi processing. Tapi kan kita belum main kredit di digital. Ini kan ada kredit. Kalau BCA kan masih seputar buka rekening,” jelasnya.

Jahja menambahkan keberadaan kredit digital Bank Royal juga berbeda dengan layaran penyaluran kredit oleh perusahaan teknologi (fintech) peer to peer (P2P) lending. Sebab, fintech ini hanya memiliki database yang mengandalkan sosial media.

“Mereka (fintech P2P Lending) tidak punya database kan? mereka berdasar informasi dari sosmed atau tidak tahu data dari mana. Dengan algoritma, mereka menawarkan dan untuk save guard itu bunganya tinggi sekali,” ungkapnya.

Sementara Direktur Bank BCA Vera Lim menambahkan saat ini proses akuisisi tersebut masih menunggu keputusan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Setidaknya, dibutuhkan waktu transformasi untuk merampungkan Bank Royal hingga akhir tahun ini.

“Ini masih embrio. Sudah diproses telah mendapatkan persetujuan dari pemegang saham dari Bank BCA. Kita sudah mengajukan surat ke OJK, diharapkan dalam kuartal III 2019 bisa rampung,” ucapnya.

Sebelumnya minat akusisi Bank Royal memang sudah disampaikan dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 22 April lalu. Hal itu dilakukan sebagai pemenuhan ketentuan dari pasar modal karena BCA merupakan bank terbuka sehingga harus mengumumkan rencana akusisi.

Sekretaris Perusahaan BCA Jan Hendra mengatakan perusahaan telah menyiapkan dana maksimal Rp 1 triliun untuk mengakuisisi Bank Royal. Nantinya perusahaan dan anak usahanya PT BCA Finance telah menandatangani perjanjian jual-beli saham bersyarat dengan pemegang saham Bank Royal pada 16 April 2019.

BCA dan BCA Finance akan membeli 2.872.000 saham atau 100 persen saham Bank Royal dari PT Royalindo Investa Wijaya, Leslie Soemedi, Ibrahim Soemedi, Herman Soemedi, Nevin Soemedi, dan Ko Sugiarto. Penyelesaian rencana transaksi akan tunduk pada persyaratan pendahuluan yang telah disepakati dalam perjanjian.

Berdasarkan laporan keuangan publikasi per 31 Desember 2018, Bank Royal memiliki aset Rp 968,46 miliar atau naik 6,78 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2017. Penyaluran kreditnya turun 1,32 persen menjadi Rp 566,93 miliar. Adapun dana pihak ketiga perusahaan mencapai Rp 618,08 miliar atau naik tipis 1,7 persen dibandingkan posisi akhir 2017.

Bank berstatus bank umum kegiatan usaha (BUKU) I ini mencatat pendapatan bunga bersih Rp 36,6 miliar, meningkat 8,8 persen dari 2017 sebesar Rp 33,62 miliar. Rasio kredit bermasalah (NPL) netonya berada pada angka 1,38 persen atau turun 93 basis poin dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Adapun laba bersih perusahaan sebesar Rp 4,88 miliar atau tumbuh dibandingkan dengan 2017 yang rugi sebesar Rp 17,93 miliar.

Penulis: Luki Herdian

Editor: Risman Septian

Previous articleJelang Akhir Masa Jabatan, Ini Sejumlah Agenda Penting MPR
Next articleESDM Bangun PLTS di Lahan Negara Demi Tarif Listrik Murah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here