Soal Baiq Nuril, Jaksa Agung: Jangan Ada Lagi Anggapan Kriminalisasi

Jaksa Agung HM Prasetyo (kiri) bersama plt Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki (kanan), memberikan keterangan seusai pertemuan tertutup di Jakarta, Senin (23/2). Pertemuan antar dua lembaga penegak hukum tersebut membahas diantaranya rencana pelimpahan kasus korupsi yang ditangani KPK ke Kejaksaan Agung dan bantuan penambahan penuntut Kejagung ke KPK. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ss/nz/15

Jakarta, PONTAS.ID – Jaksa Agung H.M Prasetyo meminta kepada semua pihak menghormati keputusan Mahkamah Agung yang memutuskan menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) Baiq Nuril Maknun, terpidana dugaan kasus perekaman ilegal konten asusila.

Dia pun meminta, agar jangan ada lagi anggapan bahwa telah terjadi kriminalisasi terhadap Baiq Nuril dalam kasus tersebut. Pasalnya, semua tahapan proses hukum sudah dilalui oleh mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram tersebut, mulai dari banding, kasasi, hingga PK.

“Artinya semua sudah diikuti, dilalui, dipenuhi, sehingga tentunya kita harapkan tidak ada pihak lain manapun yang nanti beranggapan ini kriminalisasi dan lain sebagainya. Jadi supaya dipahami, itu yang saya minta,” kata Prasetyo di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2019).

Dia juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat, untuk menghormati seluruh proses hukum yang sudah berjalan.

“Kalau PK sudah ditolak, ya semua pihak tentu harus memahami itu. Bahwa semua hukum sudah dilakukan. Saya harapkan tidak ada lagi reaksi-reaksi yang nantinya justru kontraproduktif untuk penegakan hukum,” ujarnya.

Soal rencana eksekusi, Prasetyo menuturkan, kejaksaan masih menunggu salinan resmi putusan PK dari Mahkamah Agung. Terlebih, hukum bukan hanya soal kepastian dan keadilan saja, namun juga kemanfaatan.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) diajukan terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril Makmun.

Dengan ditolaknya PK tersebut, maka Baiq Nuril tetap menjalani hukuman enam bulan penjara dan denda 500 juta rupiah subsider tiga bulan kurungan sesuai putusan Kasasi MA.

“Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali Pemohon/Terpidana Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019. Dengan ditolaknya permohonan PK Pemohon/Terpidana tersebut maka putusan kasasi MA yang menghukum dirinya dinyatakan tetap berlaku,” kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro dalam keterangannya, Jumat (5/7/2019).

Sidang PK itu diketuai hakim Suhadi dengan anggota Margono dan Desnayeti. Majelis hakim menilai alasan permohonan PK pemohon yang mendalilkan bahwa dalam putusan tingkat kasasi mengandung muatan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata tidak dapat dibenarkan.

“Karena putusan judex yuris tersebut sudah tepat dan benar dalam pertimbangan hukumnya,” ujar Andi.

Amnesti

Sementara itu pada kesempatan terpisah Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) mempersilakan kepada Baiq Nuril untuk segera mengajukan amnesti atau pengampunan, setelah MA menolak peninjauan kembali (PK) yang dia ajukan.

“Boleh (mengajukan amnesti), secepatnya. Saya tidak ingin mengomentari apa yang sudah diputuskan Mahkamah, karena itu pada domain wilayahnya yudikatif. Ya, nanti kalau sudah masuk ke saya, jadi kewenangan saya,” kata Jokowi di Pangkalan Udara TNI AU Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, Jumat (5/7/2019).

Dia pun mengatakan, bahwa jika Baiq Nuril mengajukan permohanan amnesti, maka dia akan membicarakannya lebih dulu dengan Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Menko Polhukam.

“Untuk menentukan apakah amnesti, apakah yang lainnya. Tapi perhatian saya sejak awal kasus ini, tidak berkurang, sekali lagi kita harus menghormati keputusan yang sudah ditetapkan Mahkamah. Itu bukan pada wilayah eksekutif,” ujar Jokowi.

Untuk diketahui, kasus ini bermula saat Baiq Nuril bertugas di SMAN 7 Mataram dan kerap mendapatkan perlakuan pelecehan dari kepala sekolahnya, Muslim.

Saat itu, Muslim sering menghubungi Baiq dan memintanya mendengarkan pengalaman berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya sendiri.

Baiq yang merasa tidak nyaman dan demi membuktikan tidak terlibat hubungan gelap, ia merekam pembicaraannya. Atas dasar ini kemudian Muslim melaporkannya ke penegak hukum.

Pengadilan Negeri (PN) Mataram menyatakan Baiq tidak terbukti mentransmisikan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan.

Dalam persidangan, Majelis Hakim PN Mataram bahkan menyatakan bahwa unsur “tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dana/atau dokumen elektronik” tidak terbukti sebab bukan ia yang melakukan penyebaran tersebut, melainkan pihak lain.

Penulis: Risman Septian
Editor: Luki Herdian

Previous articleWakil Wali Kota Medan Hadiri Sertijab Danlantamal I Belawan
Next articleMenpar Dukung ASDP Perluas Konektivitas Destinasi Wisata Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here