Belum Ada Role Model, Pemerintah Jangan Tambah KEK Pariwisata Baru

Jakarta, PONTAS.ID – Pemerintah RI pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini sebaiknya tidak terburu-buru untuk menambah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata yang baru, dikarenakan belum ada role model yang dapat dijadikan contoh pengembangan.

Demikian disampaikan oleh Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati. Dimana dia menegaskan, bahwa untuk saat ini ada dua pekerjaan rumah (PR) utama, yaitu terkait dengan wisatawan dan investasi.

Untuk kunjungan wisatawan, Enny menilai bahwa masih belum ada peran serta pemerintah secara langsung untuk mengembangkan destinasi wisata di daerah-daerah yang sudah ditetapkan sebagai KEK Pariwisata.

Berdasarkan laman resmi Dewan Nasional KEK RI (www.kek.go.id), sudah ada 4 KEK Pariwisata yang ditetapkan pemerintah, yaitu KEK Tanjung Kelayang (Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung), KEK Tanjung Lesung (Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten), KEK Morotai (Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara), dan KEK Mandalika (Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat/NTB).

“Sekarang mengapa 4 KEK itu tidak berkembang? karena ya memang hanya namanya saja KEK Pariwisata, tapi bagaimana peran serta pemerintah dalam mengembangkan potensi di destinasi wisata itu tidak ada,” kata Enny saat dihubungi PONTAS.id, Rabu (19/6/2019).

Enny mengingatkan, bahwa yang namanya industri pariwisata itu artinya orang membeli suatu leisure atau kesenangan. Namun bagaimana wisatawan bisa merasa puas jika infrastruktur di seluruh KEK Pariwisata yang sudah ditetapkan itu belum memadai.

“Kalau suatu destinasi wisata itu sebenarnya sudah sangat bagus potensinya, tapi orang menuju sana susah, dan juga fasilitas penunjang tidak memadai, seperti fasilitas wi-fi atau MCK (mandi, cuci, kakus), ya bagaimana? Tidak akan ada daya tarik. Itu dari sisi infrastruktur,” ujarnya.

Selanjutnya, Enny juga meminta pemerintah untuk berperan aktif dalam menumbuhkan culture wisata kepada masyakat yang berdomisili di sekitar KEK Pariwisata. Tujuannya, supaya ada sinergi yang berkesinambungan terhadap pengembangan destinasi wisata.

Dia mencontohkan Bali yang dinilai sudah begitu hebat perkembangannya menjadi daerah pariwisata. Sebab disana katanya budaya masyarakat sudah terbentuk, sehingga sektor pariwisata sudah menjadi tumpuan sumber kehidupan mereka.

“Budaya bersih, disiplin, jujur, dan sebagainya itu sudah terinternalisasi di masyarakat Bali, yang sifatnya melayani, punya daya tarik, itu sudah jadi. Ini artinya perlu sentuhan komprehensif, tidak hanya sekedar menetapkan sebagai KEK, tanpa ada upaya-upaya konkrit,” tutur Enny.

Pemerintah PHP

Kemudian hal kedua yang menjadi PR utama pemerintah yakni terkait proses investasi. Enny berpendapat bahwa pemerintah acapkali bersikap PHP (penebar harapan palsu) terhadap para investor yang sudah menanamkan modalnya di KEK, baik itu KEK industri atau KEK pariwisata.

Dimana sebelumnya pemerintah sudah menjanjikan para investor akan mendapatkan sejumlah fasilitas atau kemudahan, yang tertuang dalam dua Peraturan Pemerintah (PP), yaitu PP Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan KEK, serta PP Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan KEK.

Fasilitas fiskal yang berlaku di KEK berdasarkan kedua PP tersebut antara lain meliputi pengurangan penghasilan kena pajak atau tax allowance, serta fasilitas libur pajak atau tax holiday.

“Contoh yang industri, di KEK Sei Mangkei yang ada di Sumatera Utara (Sumut) itu dulu sudah ada Unilever masuk, tapi sampai hari ini berbagai macam yang ditawarkan itu tidak kunjung diperoleh oleh Unilever, dengan alasan Unilever masuk sebelum KEK ditetapkan,” katanya.

Jika itu saja tidak dipenuhi oleh pemerintah, Enny mengkhawatirkan bagaimana ada kepastian terhadap investor yang nanti masuk, akan mendapat berbagai macam fasilitas yang ditawarkan di KEK tersebut.

“Ini kan sebuah inkonsistensi regulasi. Belum lagi untuk mendapatkan insentif fiskal itu syarat bersyarat, harus memenuhi segala macam yang tidak mudah. Di kawasan industri Vietnam saja, kalau anda investasi disana, ya sudah, dengan sendirinya pasti dapat fasilitas itu,” ujar dia.

Oleh karena itu Enny menegaskan, bahwa pemerintah sebaiknya menkonkritkan terlebih dahulu rencana pengembangan suatu KEK Pariwisata, dan harus ada satu contoh yang dapat dijadikan sebagai role model, untuk diaplikasikan terhadap kawasan lain.

“Nanti itu akan memacu kontribusi pemerintah daerah (pemda), dan juga pihak swasta, karena ada contohnya. Kalau sekarang ini kan enggak ada contohnya, orang kan jadi maju mundur, terutama swasta, nanti kalau mereka sudah invest ternyata enggak sesuai janji,” tuturnya.

Evaluasi

Sebelumnya Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga telah meminta kepada pihak pemerintah untuk mengevaluasi pembangunan 4 KEK Pariwisata yang sudah ada, sebelum menambah wilayah KEK Pariwisata yang baru.

Ketua PHRI sekaligus Ketua Visit Wonderful Indonesia (ViWI), Hariyadi Sukamdani menjelaskan bahwa evaluasi perlu dilakukan lantaran KEK pariwisata saat ini masih banyak yang belum jalan. dan progress pengembangannya sangat lambat.

Apabila pemerintah kembali menambah daerah yang akan dijadikan KEK pariwisata tanpa melakukan evaluasi terlebih dahulu, Hariyadi khawatir tujuan KEK pariwisata untuk menarik wisatawan, terutama dari mancanegara tak akan optimal.

“Sebaiknya dievaluasi dulu penyebabnya sebelum menambah KEK pariwisata. Dan juga investasi yang masuk di wilayah KEK pariwisata itu juga dievaluasi, mengapa misalnya masih belum banyak investor yang masuk,” kata Hariyadi, Jumat (5/4/2019).

Sementara itu Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), Azril Azahari juga menilai bahwa tak semua wilayah yang ada di Indonesia layak dijadikan KEK pariwisata. Sebab setiap destinasi wisata Indonesia memiliki keunikan tersendiri, sehingga jangan dipaksakan untuk dijadikan sebuah KEK pariwisata.

“Lagipula, tanpa harus dijadikan KEK pariwisata pun pengembangan pariwisata juga dapat dilakukan. Pemerintah jangan latah membuat semua daerah menjadi KEK pariwisata,” ucap Azril.

Untuk KEK pariwisata yang ada saat ini, pemerintah menurutnya perlu segera membuat cetak biru, yang menggambarkan keterkaitan ekonomi antara wilayah di dalam KEK dan sekitar KEK. Pasalnya, pembangunan KEK tak ada kesinambungan konektivitas dengan wilayah sekitar.

“Pengembangan infrastruktur di dalam dan di luar kawasan perlu mendapat prioritas, seperti bandara, air bersih dan pelabuhan,” ujarnya.

Azril juga meminta agar pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap empat wilayah yang telah ditetapkan KEK Pariwisata, untuk mengetahui apakah telah berdampak pada banyaknya wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Tanah Air.

“KEK yang ada saat ini apakah sudah bisa mendatangkan wisman atau belum. Kontribusinya seperti apa. Jangan belum dievaluasi tetapi mau menambah kawasan KEK kembali,” tukas dia.

Untuk diketahui, beberapa KEK Pariwisata yang sudah masuk dalam tahap pengusulan hingga saat ini antara lain yakni KEK Likupang (Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara/Sulut), dan KEK Parangtritis (Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta/DIY).

Penulis: Risman Septian
Editor: Stevanny

Previous articleKKP Amankan 120 Alat Tangkap Lobster di Sukabumi
Next articleSatpol PP Asahan Gelar Penertiban, Puluhan PKL Kelabakan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here