Jakarta,PONTAS.ID – Pemerintah menargetkan melegalisasi seluruh tanah di nusantara Melalui Reforma Agraria hingga tahun 2025. Selain dapat menghindari adanya permasalahan konflik agraria dan sengketa tanah, pendaftaran tanah juga memiliki manfaat bagi masyarakat yang ingin mengembangkan usahanya dengan mengagunkan sertipikatnya ke bank.
Seperti yang tercantum dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah maka diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil mengaku akan terus menyelesaikan permasalahan sengketa tanah sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Tentang penyelesaian konflik akan kita selesaikan. Prosesnya disesuaikan dengan kepastian hukum yang berlaku,” tutur Sofyan A. Djalil,” ujarnya dalam keterangan resminya, Kamis (13/6/2019) .
Ia juga mengungkapkan, masalah sengketa tanah antara masyarakat adat Senama Nenek di Kabupaten Kampar, Riau dengan perusahaan swasta telah diselesaikan. Karena Presiden Jokowi meminta kepada Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil untuk mencabut konsesi perusahaan yang tidak memberikan haknya kepada masyarakat. “Konflik masyarakat di wilayah Senama Nenek di Kabupaten Kampar dengan PTP (PT Perkebunan) sudah selesai,” ungkap Sofyan.
Penyelesaiannya, kata Sofyan dengan melepaskan tanah ulayat seluas 2.800 hektare yang masuk wilayah konsesi PTP kepada masyarakat hingga akhirnya tanah tersebut menjadi hak milik masyarakat adat Senama Nenek. Menteri ATR/Kepala BPN menjelaskan untuk menghindari permasalahan konflik agraria dan sengketa tanah, maka Kementerian ATR/BPN terus giat melakukan kegiatan Reforma Agraria.
Sebagai informasi, jumlah kasus sengketa tanah yang tercatat di Kementerian ATR/BPN sejauh ini ada 8.959 kasus. Di mana, 56% sengketa antar masyarakat, 15% sengeketa antara badan hukum dengan PT dan BUMN.
Untuk diketahui Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia. “Untuk Penataan Aset ada dua program, pertama Legalisasi Aset kemudian Redistribusi Tanah,” ujar Sofyan A. Djalil.
Lebih lanjut, Sofyan A. Djalil mengatakan semua tanah harus dilegalisasi tetapi ada beberapa yang diprioritaskan untuk secepatnya, yaitu tanah transmigrasi dan juga tanah masyarakat umum. “Transmigran itu banyak yang puluhan tahun sudah tinggal disana bahkan kampungnya sudah jadi, tetapi sertipikat belum ada. Maka segera kita bereskan,” sahut Sofyan A. Djalil.
Melalui Reforma Agraria, Kementerian ATR/BPN dapat melakukan Penataan Aset guna mendukung wacana adanya perpindahan Ibu Kota ke daerah yang memiliki bidang tanah negara yang lebih luas dan juga sebagai upaya dalam penekanan anggaran negara.
“Penggunaan tanah milik negara ini sebagai upaya menekan anggaran, dan menurut hasil pertemuan di Istana kemarin menyimpulkan luas ideal ibu kota baru adalah 300 ribu hektare, jumlah ini termasuk untuk hutan dan taman kota di masa yang akan datang”, tambahnya.
Penulis: Hartono
Editor: Idul HM