DPD Ingatkan DPR Tak Buru-buru Sahkan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

Rapat Komite III DPD dengan Ormas Bahas RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

Jakarta, PONTAS.ID – Komite III DPD RI mengingatkan DPR RI tidak terburu-buru mengesahkan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menjadi Undang-Undang.

Beberapa pasal dalam RUU masih perlu dikaji kembali karena dianggap berpotensi mengecilkan keberadaan pesantren dan pendidikan keagamaan.

Anggota Komite III DPD RI Intsiawati Ayus menilai, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan masih perlu dilakukan kajian mendalam dengan melibatkan semua pemangku kepentingan untuk duduk bersama merumuskan kembali terkait landasan filosofis, sosiologis dan yuridis.

Menurutnya, ketentuan berkenaan dengan pendidikan keagamaan yang di dalamnya termasuk pesantren sesungguhnya telah diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan sudah diatur juga dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama.

“Pembahasan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan tidak perlu heboh, apalagi sampai menimbulkan kegaduhan. Apalagi berbagai peraturan yang ada terkait Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sudah ada, khususnya pendidikan keagamaan Islam, maka menurut hemat kami RUU perlu dikaji kembali,” kata Intsiawati dalam keterangan tertulis, Rabu (19/12/2018).

Senada dengan Intisiawati, Anggota Komite III DPD Iqbal Parewangi mengingatkan, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan bisa tumpang tindih dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan turunannya.

Selain itu, kedua RUU tersebut juga bisa bertentangan dengan UUD NRI, khususnya Pasal 31 ayat (3) yang menegaskan bahwa Pemerintah menyelenggarakan dan mengusahakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Iqbal juga mengingatkan, RUU tersebut berpotensi mereduksi keberadaan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 10 ayat (1) huruf f yang sudah tegas menyebutkan bahwa pengelolaan pendidikan keagamaan menjadi kewenangan Menteri Agama dan merupakan urusan pemerintahan yang bersifat absolut.

“DPD RI akan berhati-hati dalam membuat penilaian terhadap RUU ini. Kita akan pertimbangan betul manfaat dan mudharatnya. DPD RI tidak usah terburu memberikan pandangan,” ujar Iqbal yang juga senator asal dari Sulawesi Selatan.

Sementara itu, Ketua Komite III DPD RI Dedi Iskandar Batubara mengapresiasi niat baik DPR RI menyusun RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.

Menurutnya, landasan filosofis, sosiologis dan yuridis dari penyusunan RUU ini cukup baik.

“Namun RUU perlu kembali dikaji secara mendalam agar hasilnya benar-benar optimal sesuai aspirasi masyarakat di daerah. Intinya, kita sepakat ingin bersama-sama membangun dan memajukan pesantren dan pendidikan keagamaan,” cetusnya.

Dedi memandang, naskah akademik dari RUU yang disusun oleh DPR RI belum komprehensif. Dia berharap, dalam penyusunan RUU ini DPR RI melibatkan semua elemen keagamaan. Mulai dari Islam, Kristen, Katolik, Bundha, Hindhu dan Konghucu.

“Sistematika dalam penyusunan RUU ini dan pasal-pasalnya perlu ditata ulang kembali. Selain itu, RUU ini harus harmonis dengan UU Sisdiknas dan PP Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. RUU ini jangan sekadar copypaste, tapi harus aspirasi langsung dari masyarakat,” pesannya.

Wakil Ketua Komite III DPD RI Novita Anakotta melihat perlu ada penyempurnaan naskah RUU. Khususnya, terkait dengan masalah pendidikan dan pembinaan di kalangan umat Kristen, seperti Sekolah Minggu dan Katekisasi sebagaimana terdapat dalam Pasal 69 dan Pasal 70.

Dijelaskan Novita, keberadaan institusi pendidikan keagamaan sejak dahulu sudah diakui masyarakat Indonesia.

“RUU ini sebenarnya sangat strategis, karena itu isinya harus sesuai aspirasi masyarakat. Jangan sampai penyusunan RUU tergesa-gesa dan justru menghambat kemajuan pesantren dan pendidikan keagamaan. Yang jelas DPD ingin kalau payung hukum itu dibuat bisa betul-betul memajukan pesantren dan pendidikan keagamaan,” pungkasnya.

Editor: Luki Herdian

Previous articleLuhut: Indonesia Alami Loncatan Ekonomi dan Teknologi
Next articleAnies Ditegur Acungkan 2 Jari, BPN: Kemendagri Berlebihan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here