Jakarta, PONTAS.ID – Komisi II DPR RI bersama dengan KPU dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara kedua ya telah menyepakati kotak suara untuk Pemilu 2019 berbahan karton dengan kedap air.
Anggota Komisi II DPR, Achmad Baidowi mengatakan, tudingan bahwa desain kotak suara berbahan karton kedap air untuk skenario kecurangan harus dibuang jauh-jauh.
Bahwa UU 7/2017 pasal 341 ayat (1) huruf a dalam penjelasannya disebutkan bahwa kotak suara harus transparan yakni bisa dilihat dari luar. Dasar lahirnya norma ini di pansus RUU Pemilu untuk meminimalisasi kecurangan di kotak suara,” kata Awiek dalam keterangan tertulis, Minggu (17/12/2018).
Berdasarkan undang-undang tersebut, KPU kemudian menerbitkan PKPU nomor 15 nomor 15 tahun 2018, yang pada intinya disebutkan bahwa kotak suara terbuat dari karton kedap air yang salah satu sisinya transparan.
Awiek yang juga politikus PPP ini pun mengungkapkan, sempat terjadi perdebatan antara Komisi II DPR, pemerintah, KPU, dan Bawaslu terkait bahan kotak suara yang memenuhi ketentuan transparan sebagaimana diamanatkan Undang-undang nomor 7 tahun 2018 pasal 341 ayat 1 huruf a.
“KPU kemudian melakukan simulasi terhadap usulan yakni opsi pertama kotak suara berbahan aluminium dengan satu sisi kaca transparan namun biaya mahal, rawan pecah dan pengerjaanya lama sehingga dikhawatirkan tidak selesai tepat waktu. Opsi kedua dibuat dengan bahan karton kedap air dengan salah satu sisi transparan dinilai lebih murah, dan pengerjaannya bisa tepat waktu serta simpel dalam penyimpanan maupun pendistribusiannya seperti yang diterapkan pada Pemilu 2014 di sebagian TPS,” papar Awiek.
Dari opsi yang ada, maka RDP menyepakati penggunaan karton kedap air dengan tujuan untuk efisiensi anggaran, karena di saat bersamaan biaya pemilu membengkak karena jumlah TPS naik hampir dua kali lipat.
“Semua fraksi di Komisi II DPR menyetujui hasil RDP tersebut. Maka dari itu ketika ada tudingan bahwa desain kotak suara berbahan karton kedap air untuk skenario kecurangan harus dibuang jauh-jauh, mengingat seluruh parpol melalui perwakilannya di parlemen mengikuti proses pembahasan,” ungkap Awiek.
“Bahkan komposisi pimpinan Komisi II DPR terdiri dari Golkar, PKB, Gerindra, PKS dan Demokrat. Artinya di unsur pimpinan pun mewakili kelompok koalisi pemerintah dan kelompok oposisi saat pengambilan keputusan. Maka dari itu, niat untuk kecurangan melalui desain ini harus dikesampingkan,” lanjutnya.
Editor: Luki Herdian